![]() |
Wina Armada Sukardi. (Foto: Istimewa) |
PELUKIS beken, Joko Pekik,
meninggal dunia Sabtu, 12 Agustus 2023. Dia menghembuskan nafas terakhir pada
usia 86 tahun. Almarhum meninggal
lantaran sepuh.
Pelukis kelahiran pada 2 Januari 1937 yang karyanya sering
diklasifikasi sebagai aliran “realis ekspresif,” sebagaimana banyak pelukis terkenal lainya
pada eranya, pernah dikirim ke bui oleh
pemerintah Orde Baru. Tak tanggung-tanggung, Joko Pekik dituduh menjadi salah
satu orang yang terlibat dalam peristiwa G-3O S/PKI, khususnya pembunuhan para
jenderal.
Bagaimana Joko Pekik dapat
terlilit problem serumit itu, semua
masih abstrak, lantaran Joko Pekik tidak pernah diadili. Dengan kata lain, dia
sudah dirampas hak-hak asasi manusianya tanpa diberi kejelasan apa alasanya,
apalagi diberi kesempatan membela diri di pengadilan.
Tanpa Kata Maaf
Pelukis ini ketika ditahan, nyaris
beberapa kali merenggang nyawanya lantaran perlakuan sewenang-sewenang di luar
prikamanusiaan dari rezim yang berkuasa. Dengan izin Sang Pencipta, Joko Pekik
kala itu masih bertahan hidup. Beberapa tahanan yang ikut dipenjara bersamanya,
sudah banyak yang lebih dahulu menghembuskan nafas terakhir karena tak tahan
lagi menderita siksaan lahir batin dari antek-antek penguasa kala itu.
Setelah dilepas, tak ada kata maaf
kepada para tahanan seperti, juga kepada Joko Pekik, dan beberapa pelukis lain
yang mengalami “nasib serupa,” dari mereka yang melakukan penahanan dan
penyiksaan. Seakan-akan perlakuan tak berprikanusiaan atas nama penguasa yang
menang, dengan tuduhan yng bersifat politis, termasuk jika dituding terlibat
PKI, boleh diperlakuaan sesuka hati sampai di luar batas-batas kemanusiaan.
Soal terbukti salah atau tidak bersalah, menjadi sama sekali tidak
diperhatikan. Untung, Joko Pekik masih
bertahan hidup sampai dia dibebaskan.
Pengalamannya ditahan, disiksa dan
dirampas harkat martabatnya, membuat Joko Pekik menjadi begitu membenci
langkah-langkah politik yang keji dan tidak berprikanusiaan. Itu, antara lain, tercemin dari karya
lukisanya yang terkenal dan pernah memegang rekor harga lukisan termahal di
Indonesia “Berburu Celeng”.
Disobek dan Diberikan Lukisan
Saya pribadi tidak pernah
berinteraksi langsung dengan sosok Jokok Pekik.
Beberapa kali saya berencana ingin
bertemu dengan beliau, tetapi selalu saja gagal. Sudah beberapa kali janjian,
ada saja alasan pembatalannya, baik dari sisi saya maupun dari sisi almarhum.
Kendati begitu, secara tidak
langsung saya beberapa kali terlibat dalam interaksi dengannya. Misalnya,
pernah saya meminta “orang saya” membawa sebuah lukisan dari penjual yang
mengaku karya itu karya asli Joko Pekik. Saya ingin kepastian itu karya Joko
Pekik atau bukan. Meski saya agak ragu itu karya Joko Pekik, tapi
guratan-guratannya memang ada yang sangat mirip, ditambah cerita penjualnya
yang menyakinkan, saya minta “orang saya” menghadap langsung ke Jokok Pekik
untuk diperiksa keasliannya langsung oleh Joko Pekik.
Di bawalah lukisan itu ke
Yogjakarta. Tanpa kesulitan “orang saya” berhasil menemukan rumah kedimanan Joko
Pekik. Mungkin sedang mujur, “orang saya” pun berhasil ketemu berhadap-hadapan
dengan Joko Pekik.
Menurut cerita “orang saya“ sebenarnya
dia disambut hangat Joko Pekik. Namun begitu diperlikatkan lukisan yang haru
diperiksa oleh Joko Pekik, lukisan tersebut dicoret silang bagian belakangnya,
dan sesuah itu, dengan emosional lukisanya langsung disobek-sobek.
“Palsu. Elek,” tandas Joko Pekik
kepada “orang saya, “ sebagainana diceritakan oleh “orang saya“ kepada saya.
Lalu Joko Pekik membuka beberapa
tahasiab “tip ciri khas” lukisan Joko Pekik yang asli.
Di luar dugaan, setelah itu,
“orang saya,” malah dibuatkan sebuah lukisan sketasa dan diberikan kepada
“orang saya. “
Pulangnya “orang saya” lapor ke
saya dengan wajah berseri-seri. Dia dapat lukisan karya Joko Pekik langsung dibuat
dari tangan sang maestro.
Poliki dan Seni Rupa
Setelah ke luar dari kamp penyiksaan,
Joko Pekik rupanya masih terus berkarya. Pengalaman batinya membuat karya-karya
Joko Pekik mendapat perhatiaan dan harga khusus. Lukisan-lukisan baru yang
lahir dari tangannya menjadi benda-benda peradaban yang berharga.
Figur Joko Pekik juga dapat
menjadi bahan renungan dan pelajaran kita terkait hubungan antara seni rupa dengan
kekuasaan, dan arti yang sesungguhnya. Pada kasus ini bagaimana Joko Pekik
sebagai seorang pelukis dapat dituding sebagai salah satu orang yang terlibat
dalam gerakan G-30 S/PKI, lebih khusus lagi dalam drama pembunuhan para
jenderal.
Waktu itu, penguasa sedemikian
paranoid hanya kepada pelukis semacam Joko Pekik.
Ini menunjukan karya-karya pelukis
dan pemikiran para seniman, termasuk para pelukis, sampai sedemikian ditakuti
oleh rezim penguasa. Dalam
terjemahannya, dunia seni rupa juga memberik efek kepada dunia politik. Jika
pemegang kekuasaan sedang mabuk ketakutan dan kerasukan kekuasaan, maka seorang
pelukis pun dapat dijadikan korban kekejaman dari kekuasaan itu.
Joko Pekik salah satu contohnya.
Sebagai pelukis, sebenarnya apa sih yang perlu ditakutkan dari seniman seperti
Joko Pekik? Apa karya-karya seorang pelukis dapat benar-benar dapat menjadi
media pengasut sayang yang efektif ? Apa
pemikiran-pemikiran di bidang seni rupa dapat menjadi propaganda politik yang
ditakuti, sehingga pelukisnya harus dibenam dalam penderitaan tanpa bukti
apapun-apapun. Itu menjadi bahas diskusi yang menarik, sampai sekarang.
Joko Pekik telah meninggalkan kita
selamanya. Tapi jejak sejarahnya dalam lintas dunia seni rupa, justeru menjadi
semakin jelas. (**)
Tegal Besar, Klungkung, Bali, 13
Agustus 2023.
Penulis adalah Pengamat Seni Rupa
0 Comments