Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ibnu Wahyudi: Penyair Kita Kurang Riset

Para peserta diskusi dan nara sumber 
pada peluncuran buku antologi puisi. 
(Foto: Istimewa) 


NET – Guna dapat menghasilkan karya puisi yang bagus, salah satu yang sebaiknya  dilakukan para penyair, melakukan riset atau pengamatan yang mendalam terhadap obyek yang bakal ditulis. Namun justeru kekurangan banyak penyair kita, kurang melakukan riset yang memadai.

Demikian dikemukan pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Ibnu Wahyudi, dalam  diskusi peluncuran antologi puisi “Ketika  Jakarta Tak Lagi Menjadi Ibukota Negara,” di  ruang  Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Acara yang diprakarsai oleh Komunitas Literasi Betawi  itu, Ibnu Wahyudi yang juga seorang penyair dan menulis bagian epilog di buku, mengatakan agar para penyair dapat memahami dan menghayati aspek-aspek yang bakal ditulisnya, diperlukan “riset” pribadi mendalam. Tanpa riset, sulit dihasilkan karya puisi yang mencerminkan objek penulisanya.

Sedangkan penyair Wina Armada Sukardi yang juga tampil sebagai pembicara, mengungkapkan setidaknya ada tiga elemen yang perlu dipenuhi oleh para penyair dalam menulis karya puisi.

Pertama, kata Wina, para penyair perlu benar-benar menyadari mereka menulis puisi, bukan prosa. Konsukuensinya, dalam pemilihan dan penyusunan kata serta struktur kalimat, sejak awal sudah diniatkan untuk karya puisi.

“Masih banyak karya puisi yang ditulis tak beda dengan karya prosa,” tutur Wina Armada yang juga dikenal sebagai kritikus film.

Menurut Wina, memang ada juga puisi yang prosais.

Walau begitu, Wina mengingatkan penulisanya puisi prosais sekalipun, harus tetap memenuhi kaedah-kaedah puisi.

Kedua, pemaknaan. Puisi, imbuh Wina, sebaiknya mengandung subtansi gagasan yang kuat, baik yang bersifat filosofis, renungan atau pun estetis. Wina yang juga seorang advokat, menilai masih banyak puisi yang “zong” alias tak memiliki kandungan nilai yang berarti.

Selanjutnya, ketiga, Wina mengutip Presiden Penyair Indonesia Sutardji Chalzoum Bahri, puisi haruslah menunjukkan identitas  diri penulisnya. DNA penulisnya. “Namun terus terang masih banyak penyair belum berupaya menunjukkan jati dirinya, karena cuma memamah biak dari yang sudah banyak dilakukan penyair sebelumnya,” tutur Presiden Festival Film Wartawan Indonesia yang sudah menjadi wartawan lebih dari 45 tahun.

Acara dimeriahkan dengan membacaan puisi. Berbagai macam  gaya baca puisi tampil di acara yang dihadiri para penyair dan wartawan itu. (*/pur)

 


Post a Comment

0 Comments