Wina Armada Sukardi. (Foto: Ist/koleksi pribadi Wina AS) |
SECARA tidak langsung,
praktik sholat subuh, mengajarkan kita untuk menghormati dan mematuhi
pimpinan yang kita pilih.
Sepanjang tidak menyimpang dari akidah, kita wajib tunduk
dan taat mengikuti imam. Mengikuti pemimpin. Setidaknya, hal ini tercetmin dari
proses kita mengikuti imam dalam sholat subuh (dan sholat lainnya).
Bedanya, sholat subuh menjadi satu-satunya yang dalam
seluruh (dua) rakaat sholat, imam
membaca Al fatihah dan surat atau ayat
pilihan dengan suara keras.
Memang, dalam sholat magrib dan sholat isa, imam juga
membawakannya dua rakaat dengan suara keras. Tapi pada sholat magrib dan isa
itu, suara keras imam tidak pada seluruh rakaat sholat. Baik sholat magrib
maupun shola isa, imam hanya mengeraskan suaranya pada dua rakaat pertama saja,
dari tiga rakaat pada sholat magrib dan empat rakaat pada sholat isa.
Setelah itu, imam melafalkan bacaannya dengan lirih. Dengan
kata lain, tidak pada seluruh rakaat sholat maghrib atau isa, imam mengeraskan
suaranya.
Berbeda pada sholat subuh, karena memang cuma dua rakaat,
berarti pada seluruh sholat waktu berdiri imam mengeraskan suaranya.
Setelah membaca Al Fatihah, imam bebas memilih surat apa
saja yang bakal dibacanya. Dalam pengalaman hamba, ada empat tipe imam dalam
memilih surat yang dilantunkannya.
Tipe pertama, imam yang senang memilih surat agak panjang,
panjang atau amat panjang. Mungkin suaranya
bagus dan cara membawakan bacaannya juga merdu atau enak didemgar. Lewat
kepiawainnya itu, sang iman tipe ini ingin mengingatkan para makmunya untuk
memperhatikan isi Al Quran.
Mungkin juga, alasan tambahanya, sang imam merasa
surat-surat panjang yang dipilih memang paling relevan atau kontekstual dengan
situasi yang ada.
Alasan lain, mungkin pula Sang Imam ingin memberi sinyal
agar para jemaah berlatih sabar dan konsenterasi terhadap bacaan-bacaan yang
dipilihnya.
Tipe kedua, imam yang lebih suka membaca surat yang pendek,
atau agak pendek. Alasannya, imam tipe ini memperhatikan kepentingan jemaah,
terutama setelah sholat subuh. Sang Imam berpendapat, setelah sholat subuh,
sebagian besar jemaah masih memiliki
berbagai aktifitas. Mereka pada pagi hari membutuhkan banyak persiapan
dan pekerjaan. Nah, bagaimana agar kegiatan sholat subuh di mesjid tetap dapat
terlaksana, namun kegiatan sehari-hari duniawi juga cukup waktu, maka
dipilihnya bacaan surat-surat atau ayat yang pendek saja.
Baginya yang penting kewajiban jemaah sholat subuh sudah
dilaksanakan, sesuai ketentuan yang baku.
Alasan lain, imam tipe ini, mungkin dia berpendapat dengan
surat pendek juga tidak mengurangi kesempurnaan sholat subuh.
Tipe ketiga, imam yang memilih jalan tengah: satu rakaat
dengan bacaan panjang, sedangkan satu lagi dengan bacaan pendek. Bacaan panjang
dapat di rakaat pertama atau kedua. Begitu juga sebaliknya, bacaan pendek dapat
pada rakaat pertama atau kedua. Dengan cara demikian, di satu sisi ayat-ayat penting
yang panjang sudah diperdengarkan untuk disimak jemaah, tetapi pada sisi lain,
urusan keseharian duniawi jemaah juga tidak diabaikan.
Iman tipe keempat, yang terakhir, imam yang cenderung
membacakan surat atawa ayat-ayat yang populer. Dengan begitu, dia mengharapkan,
jemaah lebih banyak yang dapat dan langsung faham mengikutinya. Surat atau
ayat-ayat populer sudah sangat diketahui, dihafal dan difahami sehingg lebih
mudah diikuti jemaah.
Semua pilihan imam sah. Semuanya benar. Kita tidak dapat
meminta imam untuk membaca surat panjang atau pendek, atau meminta imam membaca
surat-surat khusus yang kita sukai atau menjadi favorit kita.
Surat atau ayat mana pun yang bakal dibaca, sepenuhnya
diserahkan kepada para imam. Otoritas para imam.
Kita wajib mengikuti semua yang dipilih imam tanpa komplain
sama sekali.
Di sinilah makmun diajarin untuk tunduk dan patuh pada imam.
Kita, para jemaah, tidak boleh melawan keputusan imam. Kita
wajib mengikuti imam sebagai pemimpin sholat.
Di mesjid dekat rumah hamba, tiap sholat subuh,
setiap hari imamnya berganti-ganti. Sudah ditentukan hari ini si anu,
hari itu si ini. Jadi, selama seminggu sudah ada jadwal imam tetap.
Masing-masing imam memiliki karakter dan pliihannya
sendiri-sendiri. Kami sebagai jemaah, bagaimana pun imamnya, sepanjang tidak
menyimpang, pastilah wajib mengikuti mereka.
Hamba pernah mencoba bertanya kepada salah seorang imam
subuh kami, bagaimana cara dia memilih surat atau ayat yang mau dibacakannya.
Dia terlihat terkejut mendengar pertanyaan hamba, tetapi sesaat kemudian dia menjawab
dengan diplomatis.
“Ya, yang
pertama-tama, tentu yang saya hafal,” jawabnya sambil tersenyum.
Hamba pun tak
mengejar dengan pertanyaan lainnya, lantaran itu masuk wilayan otoritas dari
imam.
Bukan hanya itu yang kita ikuti dari imam. Ada imam yang
saat memimpin sholat subuh, melaksanakan sunah sujud tilawah. Sujud ini belum
banyak diketahui jemaah apalagi menjadi kebiasaan. Kendati begitu, sebagai
makmun, kita tetap harus mengikuti imam.
Manakala sholat subuh telah rampung dan memasuki zikir dan
doa, imam juga punya pilihan atau cara masing-masing. Ada imam yang tetap duduk
menghadap ke kiblat. Jadi, tak mengubah posisinya. Ada pula imam yang mengubah arah duduknya ke
kanan.
Kemanan pun arah yang dipilih imam, kita tidak dapat mengajukan
keberatan.
Pada saat prosesi sholat subuh selesai, ada imam yang
bersedia dan malah berinisatif berjabatan tangan dengan jemaah yang duduk di
belakang kiri kanan dekatnya, bahkan dengan jemaah lainnya. Namun ada pula yang
kemudian langsung berdiri tanpa merasa perlu bersalaman dengan para jemaahnya
yang duduk didekatnya, apalagi dengan para jemaah lainnya.
Apapun pilihan imannya, kita harus menerimannya dengan
ikhlas dan lapang dada. Kita tidak dapat mengajukan protes terhadap pilihan
para imam yang berlain-lainan, sepanjang tidak menyimpang dari akidah.
Imam juga manusia. Mungkin saja terkadang suatu ketika
membaca ayat atau surat dia lupa atawa keliru. Islam rupanya juga mengajarkan
suatu sistem yang bijak. Imam yang agak lupa atau keliru bagian bacaannya,
diberitahu dengan lisan terutama oleh jemaah yang berada dekat di belakangnya.
Kalau ada kesalahan lainnya, bahunya ditepok. Lewat cara ini biasanya imam
sudah sadar dan kembali dapat membaca ayat atau tata cara sholat yang benar
kembali.
Di sinilah Islam memberikan tata cara koreksi yang elegan
buat kita jika ada pimpinan yang kebetulan tidak sesuai dengan ketentuan. Islam
mengajarkan agar koreksi dilakukan dengan tidak kasar, apalagi penuh
kebenciaan.
Hal ini memberikan beberapa pelajaran kepada kita. Sebelum
kita memilih dan menentukan seorang, atau beberapa orang imam, untuk memimpin
sholat, kita harus yakin benar dia merupakan pilihan tepat yang terbaik. Selain
dari hafalan dan suaranya, kita juga harus yakin dia bakal cakap dan amanah
mengerjakan tugas-tugasnya sebagai iman.
Kita harus pastikan si imam tidak akan melakukan penyimpangan
terhadap aqidah dan tata sholat yang baku. Ketika imam sudah memimpin sholat,
kita tidak dapat menghentikannya dengan yang lain, kecuali ada alasan kuat yang
luar biasa.
Sepanjang hamba sholat subuh di mesjid dekat rumah kami,
hamba tidak pernah mengalami ada imam yang ketika sedang memimpin sholat
dipaksa untuk diganti.
Mekanisme ini secara tidak langsung memberi pesan kepada
kita, dalam kehidupan sehari-hari kita juga perlu memilih peminpin yang cakap,
amanah, dan mementingkan kepentingan jemaah atau rakyatnya. Sebab sesudah
seseorang terpilih menjadi peminpin, kita harus memberi mereka kesempatan
sampai usai masa baktinya, kecuali mereka melakukan penyimpangam prinsipil yang
sudah disepakati sebelumnya.
Sholat subuh di mesjid, selain sebagai pembuktian diri kita
tunduk dan patuh kepada Allah, rupanya juga memberikan pelajaran untuk
menghormati pemimpin, termasuk harus cermat memilih pemimpin kita.
T a b ik***
Bersambung….
Penulis adalah wartawan dan advokat senior, serta Dewan
Pakar Pengurus Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan repotase/opini pribadi
dan tidak mewakili organisasi.
0 Comments