Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu dan Atmaji Sapto Anggoro dengan korban kekerasan seusai rapat di Jakarta. (Foto: Istimewa) |
Rapat berlangsung Rabu (26/10/2022) di lantai 7 Gedung Dewan
Pers , Jaalan Kebon Sirish, Jakarta, ini dihadiri oleh Arif Zulkifli selaku
ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan. Selain itu, rapat juga diikuti sejumlah
perwakilan dari konstituen Dewan Pers.
Hadir pada rapat itu dua anggota Dewan Pers yakni Ninik Rahayu dan Atmaji Sapto Anggoro, serta
Hendrayana sebagai tenaga ahli Dewan Pers. Juga hadir perwakilan tiga media yang
menjadi korban kekerasan digital. Pertemuan ini memverifikasi sekaligus mendudukkan
persoalan kekerasan digital yang dialami ketiga media dalam sebulan terakhir.
Pertama, Narasi TV mengalami serangkaian kekerasan digital
sejak 23 hingga 26 September 2022. Sebanyak 37 awak redaksi - termasuk eks
karyawan Narasi - mengalami percobaan peretasan akun media sosialnya. Bukan
hanya itu, mereka juga terkena serangan DDoS yang menyebabkan situsweb sempat
down sehingga kerja redaksinya menjadi terganggu.
Atas kasus itu, Narasi bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) telah melaporkan ke Bareskrim Polri
agar diproses kasus ini secara hukum.
Kedua, pada 24 Oktober 2022, sekitar 4 jam setelah menerbitkan
berita kasus dugaan perkosaan yang terjadi di lingkungan Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan menengah (UKM), situsweb Konde.co terkena serangan DdoS.
Situs media ini down, tidak bisa diakses setelah berita tersebut ramai jadi
pembicaraan di media sosial.
Ketiga, serangan DDoS yang dialami oleh Batamnews.co.id. Ini
terjadi setelah portal media itu menayangkan berita kasus penyelundupan di Kota
Batam yang menyinggung instansi tertentu.
Menurut Dewan Pers, serangan DDoS terhadap situsweb media
dan peretasan akun media sosial jurnalis merupakan upaya pembungkaman terhadap
pers.
Padahal kerja jurnalis dan media dilindungi Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pembiaran kekerasan digital dan tidak adanya kemajuan
penanganan oleh penegak hukum atas kejadian sebelumnya, dalam pandangan Dewan
Pers, akan berdampak buruk kepada pers.
Wartawan dan media akan berpikir berkali-kali untuk menulis
berita kritis dan sensitif yang menyinggung pihak yang berkuasa. Ini membuat
publik dirugikan karena berkurangnya akses untuk mendapatkan informasi yang
transparan.
Berbahaya
“Kekerasan digital terhadap jurnalis dan media tidak boleh dibiarkan.
Ini berbahaya karena telah membungkam kebebasan pers,” kata Arif Zulkifli, Rabu
(26/10/2022).
Ninik Rahayu menjelaskan Satuan Tugas Kekerasan Digital akan
mengawal penegakan hukum kasus ini di kepolisian, khususnya redaksi Narasi yang
telah membuat laporan di Bareskrim. Sedangkan untuk serangan DDoS terhadap
Konde.co dan Batamnews.co.id, ia berharap kedua media tersebut membuat laporan
di kepolisian.
“Kasus ini penting dilaporkan ke penegak hukum agar diproses
hingga ke pengadilan. Itu supaya bisa menimbulkan efek jera terhadap pelaku dan
tak terulang di masa depan,” ujar Ninik.
Sementara itu, Serikat Medis Siber Indonesia (SMSI) Pusat
melalui pernyataan Ketua Bidang hukum, Arbitrase dan Legislasi, Makali Kumar
SH, mengatakan pihaknya menyambut
positif langkah Dewan Pers bersama konstituennya dengan menggelar rapat untuk lakukan klarifikasi kepada pihak media
yang mengalami kekerasan digital. Siapapun pelakunya, harus mempertanggungjawabkan
dan diproses secara hukum.
Makali Kumar menegaskan para wartawan saat melaksanakan
tugas jurnalis dilindungi undang-undang dan mematuhi kode etik jurnalistik.
Sehingga, kekerasan terhadap pers itu, telah melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers, dan melakukan tindak pidana yang diatur dalam KUHP.
“Dalam UU Pers itu, selain menjamin kebebasan pers di
Indonesia, juga mengancam siapapun yang dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidanakan,"
tutur Makali. (*/rls)
0 Comments