![]() |
Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani. (Foto: Istimewa) |
"Apa yang disampaikan Ketua MPR, hemat saya dalam
koridor apa yang menjadi keputusan Rapat Gabungan sebagaimana disetujui oleh 9
Fraksi dan Kelompok DPD di MPR RI,” ujar Arsul Sani kepada wartawan di Jakarta,
Rabu (17/8/2022) .
Pertama, kata Arsul, dapat menerima laporan Badan Pengkajian
yang telah menyelesaikan tugas melakukan kajian substansi dan bentuk hukum
PPHN. Kedua, Rapat Gabungan sepakat untuk menindaklanjuti rekomendasi Badan
Pengkajian tersebut, akan dibentuk Panitia Ad hoc MPR dengan komposisi
keanggotaan secara proposional dimana pengambilan keputusan akhirnya adalah
dalam Sidang Paripurna MPR awal September mendatang dengan terlebih dahulu
memberikan kesempatan pada fraksi-fraksi yang ada di MPR dan Kelompok DPD untuk
menyampaikan padangan umumnya.
“Sejauh yang saya pahami, Badan Pengkajian MPR
merekomendasikan beberapa pilihan dasar dan payung hukum bagi PPHN. Salah
satunya tanpa melalui perubahan UUD NRI Tahun 1945 seperti yang disebut dalam
pidato Ketua MPR tersebut,” tuturnya.
Arsul menjelaskan pilihan lainnya yang bagus lebih ideal
adalah PPHN diatur melalui Ketetapan MPR dengan melakukan perubahan terbatas
terhadap UUD. Namun sebagaimana dipahami bahwa mengingat situasi politik saat
ini, gagasan amandemen terbatas tersebut sulit untuk direalisasikan. Dalam hal
ini Badan Pengkajian mengusulkan semacam
'terobosan baru' untuk menghadirkan PPHN melalui Konvensi Ketatanegaraan.
"Kajian untuk menghadirkan PPHN melalui Konvensi
Ketatanegaraan inilah yang akan menjadi salah satu tugas Panitia Ad hoc untuk
mendalaminya. Sementara keputusannya sendiri akan mengikuti tahapan-tahapan
sebagai diatur dalam dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku. Jadi, apa
yang disampaikan Ketua MPR, bagi saya tidak menyimpang dari hasil Rapat
Gabungan (Ragab) Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD dan bukan
pendapat di luar forum," ujar Arsul.
Seperti diketahui, Ragab yang digelar di Ruang Delegasi,
Komplek Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, 25 Juli 2022, itu dihadiri Ketua MPR
Bambang Soesatyo didampingi para Wakil Ketua yaitu Ahmad Basarah, Yandri
Susanto, dan Arsul Sani, serta Lestari Moerdijat yang mengikuti secara virtual.
Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD di antaranya Tb Hasanuddin (PDI Perjuangan),
Sodik Mujahid (Partai Gerindra), Idris Laena (Partai Golkar), Neng Eem Marhamah
(PKB), Benny K Harman (Partai Demokrat), Tiffatul Sembiring (PKS), Jon Erizal
(PAN), M. Iqbal (PPP), dan Tamsil Linrung (Kelompok DPD). Ragab juga diikuti
Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat.
Dalam Ragab Pimpinan MPR, Pimpinan Fraksi, dan Kelompok DPD
sepakat dan dapat menerima laporan Badan Pengkajian yang telah menyelesaikan
tugas melakukan kajian substansi dan bentuk hukum PPHN.
Badan Pengkajian juga sepakat bulat bahwa PPHN yang hendak
dihadirkan tanpa melalui amanademen UUD NRI Tahun 1945. “Jadi kesepakatan itu
menyudahi pro dan kontra soal amandemen sekaligus menepis kecurigaan dari
banyak pihak soal isu-isu dibalik amandemen,” kata Ketua Bakan Pengkajian dari
Fraksi PDIP Djarot Saiful Hidayat.
Soal dasar hukum apa yang hendak dijadikan payung hukum bagi
PPHN, Arsul Sani mengungkapkan kilas balik pertemuan antara Pimpinan MPR dengan
Pimpinan Badan Pengkajian yang digelar pada 7 Juli 2022. Dalam pertemuan
tersebut, diakui Arsul juga ada kesepakatan antara Pimpinan MPR dan Badan
Pengkajian mengupayakan PPHN melalui konvensi ketatangeraan. “Nah dari
kronologi di atas jelas bahwa apa yang dsampaikan oleh Ketua MPR dalam Sidang
Tahunan yang menyebut PPHN diupayakan dihadirkan melalui konvensi
ketatanegaraan telah melalui proses di Ragab dan Rapat antara Pimpinan MPR
dengan Pimpinan Badan Pengkajian,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas
Indonesia itu.
Arsul Sani menyebut bahwa apa yang disampaikan Ketua MPR
dalam Sidang Tahunan bukan pendapat dirinya sendiri tetapi sudah melalui proses
yang on the track. “Pidato Ketua MPR bukan sesuatu pendapat di luar atau yang
menyimpang dari forum permusyawaratan MPR sebelumnya ,” tuturnya. (*/pur)
0 Comments