Ketua KPU Kota Tangerang Syailendra, pengamat politik Munadi, Ketua Bawaslu Kota Tangerang Agus Muslim. (Foto: Istimewa) |
"Agustus pendaftaran partai politik. Lalu Penetapan
partai politik di Desember (2022)," ujar Syailendra dalam diskusi Fraksi
Teras yang diselenggarakan oleh Solusi Movement dengan tema kesiapan KPU
menghadapi tahapan Pemilu 2024, Selasa, (21/6/2022).
Syailendra mengatakan saat ini KPU tengah fokus dalam menyosialisasikan
terkait dengan pesta demokrasi ini ke masyarakat. Mulai sosialisasi ke ranah
akademik, masyarakat di lingkungan, Bandara hingga Lapas.
"Kita minta luangkan ide mereka. Dan menyosialisasikan Pemilu
itu harus Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil),"
katanya.
"Kegiatan, kami memupuk masyarakat akan menjadi pemilih
yang cerdas dari SD. Apa itu Pemilu, Pilkada seperti apa. Pada 2020 di SLTP,
mereka kan jadi pemilih pemula (di 2024)," tuturnya.
Dalam waktu dekat ini KPU, kata Syailendra, KPU Kota Tangerang
bakal merilis kampung demokrasi di Kecamatan Larangan. Hal ini sebagai bentuk
perwujudan sosialisasi.
"Mencegah masyarakat untuk golput, di negara maju
golput ada sanksi. Di kita (Indonesia) belum ada yang mengaturnya. Tapi kalau
melihat partisipasi pemilih Kota Tangerang tertinggi di Banten dan terus
mengalami kenaikan. Partisipasi pemilih di Kota Tangerang 85 persen,"
jelasnya.
Kemudian soal pemuktahiran data berkelanjutan juga menjadi
fokus KPU untuk menyongsong Pemilu mendatang. Pihaknya turun langsung ke
lingkungan untuk mendata masyarakat yang pindah domisili atau meninggal.
"Data pemilih kita ada kegiatan pemuktahiran data
pemilih berkelanjutan. Kita ada website siKotang untuk data masyarakat,"
ungkap Syailendra.
Belajar dari pengalaman Pemilu 2019 lalu, kata Syailendra, banyak petugas KPU yang meninggal dunia. Di
Kota Tangerang rata-rata petugas KPU meninggal karena faktor usia dan memiliki
penyakit bawaan atau komorbit.
"SDM (Sumber Daya Manusia), insya Allah. Sejak Pilkada
usia KPPS (Kelompok Panitia Pemungut Suara) dibatasi maksimal 50 tahun. Menurut
data dari KPU RI, yang meninggal di atas 50 tahun atau komorbit (2019),"
katanya.
Kemudian ada kenaikan honor bagi petugas KPPS. Kata
Syailendra gaji petugas naik 3 kali lipat. Yang awalnya hanya Rp 500 ribu kini
Rp 1,5 Juta per bulan.
Terkait dengan Daerah Pilih (Dapil). Untuk saat ini, kata
Syailendra, pihaknya masih 5 Dapil dengan 5067 TPS.
Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kota Tangerang Agus
Muslim mengatakan evaluasi Pemilu berkaca pada 2019. Ada catatan penting pada
2019 yakni tidak ada proses Pemilu yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemilu 2019 catatan adalah dalam itu tidak ada yang
digugat di MK, ini catatan penting. Kalau di 2024 ada yang menggugat berarti
itu catatan terburuk kami. Konsekuensinya
penyelenggara harus serius, beri rasa aman dan nyaman kepada peserta
pemilu," jelasnya.
Dia menuturkan terdapat 6 catatan penting yang harus
diantisipasi berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP).
Di antaranya, pemuktahiran data pemilih, kata Agus, KPU
harus memastikan data pemilih dan menyesuaikannya. Lalu, money politic,
penyebaran hoaks, beban kerja Evaluasi 2019 dan salah tafsir antara KPU dan
Bawaslu soal urusan Pemilu.
"Kemudian, pendistribusian logistik. Di 2019 banyak
titik yang salah itu kesalahan dari kita sehingga pada 2019 ada 56 titik yang
di PSU karena salah titik," ungkapnya.
Pengamat politik, Munadi mengatakan tahapan Pemilu sudah
diatur dalam undang-undang atau PKPU. Bawaslu dan KPU hanya tinggal menjalankan
saja. Yang menjadi persoalan adalah polarisasi pemilu.
"Yang ada di polarisasi tahapnya politik ya masyarakat,
media itu kan jga punya peran sebagai penyebar luar informasi," katanya.
Kata dia, polarisasi kalau dikembangkan oleh partai politik
kurang baik. Namun, partai politik harus membangun sebuah kondisi yang
kondusif.
"Karena sumber itu kalau masyarakat sangat tidak mungkin. Ada informasi dari masyarakat dari
media dan media sosial. Nah Ujungnya kan kepentingan ketika dia (partai
politik) ingin menang maka dia ngebunuh secara politik calon lain. Maka di sana
lah terjadi polarisasi," jelas Munadi.
Penyebaran berita hoaks, isu rasis telah terjadi sejak lama.
Kata dia, ada potensi partai politik untuk mengemas itu agar menang dalam pesta
demokrasi ini. Secara umum, kata Munadi, memang sesuai dengan regulasi. Namun,
hal berbeda ketika terjadi di lapangan.
"Ini perlu kesadaran juga , sebenarnya kan parpol sudah
cukup baik, tapi ada juga karena kepentingan politik lebih dominan ada hal
tertentu yahh kadang, karena ingin menang jadi lakukan bermacam cara,"
katanya.
Contohnya saja, pengawasan di media sosial yang dilakukan
oleh Bawaslu. Bawaslu hanya mengawasi media sosial partai yang telah
didaftarkan.
"Yang tidak terdaftar siapa yang mengawasi, nah ini
perlu regulasi memang harus di kuatkan. Siapa yang bikin itu ? Ya parlemen ,
parlemen dari mana ? Ya partai politik. Nah ini saling terkait Semuanya. Masyarakat
juga jangan terbawa arus
Pemerintah juga berperan penting dalam menciptakan iklim
politik yang kondusif. Maka polarisasi menjadi tanggung jawab bersama baik
partai politik, masyarakat hingga pemerintah. (*/pur)
0 Comments