Ilustrasi, calon jemaah haji 2019 melaksanakan manasik haji di Masjid Raya Al Azhom, Kota Tangerang. (Foto: Dok TangerangNet.Com) |
DANA haji itu sebesar Rp. 147 triliun. Dan dikelola oleh Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di bawah pimpinan Pak Anggito Abimanyu. Dan
selama ini BPKH selalu dapat Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) dari Badan
Pemeriksaan (BPK) RI. Masalah bukan pada dana haji, tapi simpang siurnya
informasi. Yang klimaksnya pada pembatalan keberangkatan haji 2021 ke Mekah,
Saudi Arabia oleh Pemerintah.
Berawal dari pernyataan salah satu pimpinan DPR yang entah
dapat informasi dari mana Indonesia tidak dapat kuota haji. Dan berlanjut
dengan pengumuman pembatalan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Selanjutnya, Kedutaan
Besar (Kedubes) Arab Saudi membantah pernyataan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad
tersebut.
Mengingat haji ini ibadah, rukun kelima. Dan kalau mengacu
teori Maslow, ibadah haji puncaknya. Langsung urusannya sama Tuhan, karena datang
memenuhi panggilan-Nya.
Karena puncaknya, apa pun dilakukan untuk bisa menunaikan
ibadah haji. Untuk membayar termin pertama sebesar Rp. 25 juta itu ada yang
menabung, jual barang dan sebagainya. Intinya bagaimana bisa berangkat memenuhi
panggilan-Nya.
Jadi bisa dibayangkan kekecewaan para jamaah yang mestinya
berangkat. Tapi tertunda lagi. Mengobati kekecewaan ini tak mudah. Bahwa ini
takdir, iya. Sabar, ya mudah di ucap/bibir. Apalagi umur tidak ada yang tahu.
Kalaulah karena pandemi. Mesti jaga jarak dan sebagainya.
Ya, yang berangkat tidak usah semuanya. Bisa 15 persen atau 25 persen dari
total kuota yang diperoleh. Prioritaskan yang di atas 60 tahun.
Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar. Wajar
soal haji ini jadi isu besar. (***)
Penulis adalah pemerhati masalah social.
0 Comments