![]() |
Amien Rais dan Neno Warisman saat berada di Bareskrim Polri, Jakarta. (Foto: Istimewa) |
“Kami sebagai anak bangsa sangat prihatin atas kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini, khususnya pasca kepulangan Habib Muhammad
Rizieq Shihab (HRS). HRS semestinya dilibatkan pemerintah membangun stabilitas
nasional guna mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara,” tutur Amien dalam surat
tersebut.
Sangat disayangkan yang terjadi adalah sebaliknya, timbul
kegaduhan secara meluas dan berkepanjangan. Tampaknya hal ini disebabkan oleh
keterkejutan Pemerintah melihat langsung jutaan orang simpatisan pencinta HRS
datang dari berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
menyambut kepulangannya ke tanah air, kata Amien.
Dikatakan, sesungguhnya jika Pemerintah beritikad baik mampu
membuka diri dan membangun dialog secara tulus ikhlas, maka diyakini situasi
dan kondisi kehidupan sosial politik akan menjadi lebih baik. Kegaduhan yang
terjadi dan terhambatnya saluran dialog semakin memperlebar jarak antara
pemerintah dengan pendukung HRS. Kondisi demikian tidak bisa dianggap remeh,
sebab berpotensi melemahkan persatuan dan kohesi nasional.
Terlebih lagi, sebut Amien, dengan terjadinya penembakan
diluar hukum terhadap keenam laskarFront Pembela Islam (FPI) semakin
memperparah stabilitas nasional. Patut diduga telah terjadi kejahatan Hak Asasi
Manusia (HAM) berat dan tindak pidana teorisme. Terdapat petunjuk adanya
penculikan dan penganiayaan.
“Keenam laskar FPI tersebut bertugas mengawal imam yang
mereka cintai beserta keluarga untuk kepentingan beribadah dan sejatinya turut
serta dalam pengajian subuh keluarga. Dengan demikian, kami yakin mereka gugur
sebagai syuhada. Dalam hal ini kami menilai, seluruh sila Pancasila telah
diabaikan oleh oknum-oknum Kepolisian,” ucap Amien.
Menurut Amien, tindakan tidak berperikemanusiaan yang
melenyapkan nyawa anak-anak muda secara brutal tidak dapat dibenarkan dan tidak
ada alasan penghapus pidana.
“Kami sangat khawatir akan terpecahnya bangsa Indonesia menjadi
dua kubu yang saling berhadap-hadapan sebagai resultan terbunuhnya enam orang
laskar FPI dan perkara kerumunan yang berujung ditahannya HRS. Tidak dapat
dipungkiri, pihak Kepolisian terus menerus mengklaim kebenaran. Di sisi lain
pihak FPI serta pendukungnya selalu dipojokkan dan diposisikan sebagai pihak
yang salah,” ujarnya.
Menurut Amien, untuk meredakan situasi yang semakin panas
dan tidak kondusif, serta demi tegaknya hukum dan keadilan diajukan sejulah tuntutan.
Satu, Kepolisian segera melepaskan HRS dari tahanan, dan
sebagai gantinya kami yang tercantum di bawah ini siap menjadi penjamin.
Dua, segera dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang
independen, bebas dari pengaruh dan tekanan pihak mana pun guna mengusut tuntas
kejahatan HAM berat dan tindak pidana terorisme atas terbunuhnya enam orang
laskar FPI.
Tiga, mengajak seluruh anak bangsa untuk terus mengawasi,
mengawal, dan ikut mengadvokasi secara intens seluruh proses penuntasan tragedi
kemanusiaan tersebut.
“Perlu kami ingatkan bahwa tindakan pembiaran, rekayasa dan
penggelapan atas proses penuntasan tragedi kemanusiaan ini sangat berpotensi
memicu kemarahan rakyat, sehingga dapat menimbulkan huru-hara dan perlawanan
sosial yang meluas,” tuturnya.
Mereka yang siapkan gantikan HRS untuk ditahan: Dr. M. Amien
Rais, KH. Dr Muhyiddin Junaidi, Dr.
Abdullah Hehamahua, KH. Dr. T. Zulkarnain, Dr. Abdul Chair, Dr. Bukhori Muslim,
Neno Warisman, KH Ansyufri Sambo, Dr. Syamsul Balda, Dr. Marwan Batubara, dan
Dr. Nurdiati Akma. (*/pur)
0 Comments