![]() |
Rizwan (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Oleh: Rizwan
SALAH satu penghambat peluang
kesempatan kerja bagi warga Banten adalah mereka yang bekerja rangkap jabatan
(double job). Mereka dengan berbagai dalih melakukan kerja di beberapa instansi
padahal jelas-jelas aturan tidak memperbolehkan itu. Pada berbagai program
pendampingan di Banten mereka jelas-jelas terindikasi double job tapi
dibiarkan, seperti pada program Jaminan Sosial (Jamsos), Pendamping Desa,
Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK), Tenaga Kerja Sukarela (TKS) serta beberapa program lain.
Penulis berharap kepada Pemerintah
untuk secara tegas melakukan penyisiran dan pembersihan kepada pendamping yang
disinyalir bekerja pada berbagai program. Mereka harus dipaksa memberikan
kesempatan kepada warga yang lain yang masih menganggur karena jika berharap
kesadaran dari mereka ini tidak akan terjadi. Jangan biarkan mereka hanya
memikirkan diri sendiri tapi membiarkan yang lain menganggur.
Selanjutnya memohon kepada Bapak
Gubernur Banten untuk mengevaluasi kinerja sejumlah Organiasi Perangkat
Daerah/Satuan Kerja Perangkat Daerah (OPD/SKPD) yang dinilai tidak bisa
mengikuti ritme gerak yang memang telah dicanangkan oleh Gubernur. Hal itu, di antaranya
soal pemberdayaan masyarakat dalam hal ini sektor pemuda yang kemudian
menyumbang pengangguran di wilayah Banten.
Sebagai refleksi atas kondisi
memprihatinkan tersebut perlu kiranya ada solusi kongkret pada persoalan ini,
tak berlebihan rasanya jika warga Banten khususnya para pemuda, sarjana
diberikan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam proses pembangunan
Banten melalui berbagai sektor.
Sisi lain, penulis mengkritisi
kelemahan beberapa dinas yang kemudian menjadi leading sektor berbagai program,
di antaranya pada SKPD Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Sosial, Badan
Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Banten dan Disnaker Banten, yakni terkait
persoalan doubl job. Bahkan yang tripel job beberapa pendamping program
pemerintah yang seolah dibiarkan, dimana Pendamping Desa, Pendamping lokal desa
bahkan Tenaga Ahli, pendamping PKH, TKSK yang masih bercokol dan dibiarkan double
job. Padahal secara aturan itu sama sekali tidak diperbolehkan, tapi
kenyataannya sampai saat ini persoalan itu masih terjadi dan seolah dibiarkan,
seperti yang terjadi di Kabupaten Lebak.
Persoalan ini sebenarnya sudah
sering kali disuarakan oleh berbagai kalangan. Tapi anehnya dinas terkait
seolah tidak meresponnya atau tidak secara serius menindaklanjuti persoalan
ini. Padahal ini jelas-jelas menutup kesempatan warga yang lain untuk
mengaktualisasikan kemampuannya dan berimplikasi pada jumlah pengangguran juga.
Beberapa dinas, penulis menilai
terbukti tidak serius dan tidak tegas, terbukti sampai saat ini situasi
tersebut masih berlangsung. Ini bukan soal menghentikan rejeki, namun ini
berbicara kemaruk atau tamak. Ada beberapa orang yang bekerja dengan berbagai
pekerjaan, sementara yang lain seolah tidak diberikan kesempatan.
Penulis berharap kepada siapapun
untuk membukakan peluang bagi pemuda dan para sarjana di Banten untuk
mengaktualisasikan ilmunya. Jangan sampai ada individu yang bekerja di berbagai
program sementara banyak yang lain yang tidak bekerja. Bahkan secara aturan
dengan tegas sedari awal melakukan pendaftaran bahwa mereka tidak boleh terikat
dengan dinas atau instansi lain, tapi yang terjadi itu seolah dibiarkan. Penulis
melihat di berbagai program yang notabene ada ada proses pendampingannya justru
tidak ada tindakan, seperti pada program Pendamping Desa, PKH, Jamsosratu,
Pamsimas, P3A, TKSK, dan lainnya.
Pada program Pendamping Desa
misalnya, bagaimana mungkin jika tenaga ahlinya saja sebenarnya merupakan
tenaga dosen tetap di sebuah kampus. Begitupun pendamping desa maupun
pendamping lokal desa, tidak sedikit yang merangkap sebagai pendamping pada
program lain seperti PKH. Begitu pun pada program PKH, masih ada yang merangkap
pendamping desa, ada yang menjadi tenaga pengajar bahkan ada yang sudah ASN
(Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) ), dan dosen tetap. Ini harus
segera ditertibkan, mereka harus segera memilih, agar kemudian bisa lebih fokus
bekerja.
Dengan ini, penulis meminta agar
Pemerintah segera menyisir dan membersihkan mereka yang bekerja double job,
melakukan evaluasi menyeluruh kepada dinas-dinas yang membidangi persoalan
tersebut. Ini sebagai bukti nyata guna membuka kesempatan warga Banten umumnya
khususnya kepada sarjana dan pemuda yang lain untuk ikut berpartisipasi dalam
pembangunan di Banten.
Karena jika situasi ini tidak
segera direspon tentunya akan sangat mengecewakan berbagai pihak, karena
menutup kesempatan yang lain. Penulis juga mengetuk hati mereka yang bekerja di
berbagai program Pemerintah dengan berbagai program, sebenarnya dimana hati
nuraninya. Sementara anda bekerja di beberapa program dan secara aturan jelas
melanggar, sementara yang lain tidak diberikan kesempatan alias masih menganggur.
(***)
Penulis adalah Aktivis Lebak
Selatan
0 Comments