Tita Moralitha Mazya. (Foto: Syafril Elain/TangerangNet.Com) |
NET – Masyarakat Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dinilai
sudah tidak bisa lagi menerima calon kepala daerah yang berasal dari keluarga
dinasti. Hal ini mengingat masyarakat Kota Tangsel yang tingkat rasio cukup
tinggi ditandai dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) paling tinggi di
Banten.
“Pemilih rasio lebih cenderung menentukan pilihan terhadap
calon kepala daerah yang punya kemampuan atau kafabel, bukan karena faktor keluarga
dan dinasti,” ujar Tita Moralitha Mazya kepada TangerangNet.Com, Senin
(4/11/2019).
Tita Moralitha Mazya adalah dosen di Universitas Islam
Syekh-Yusuf (UNIS) Tangerang tersebut menyampaikan hal itu berkaitan dengan
adanya wacana dari Partai Golkar Banten untuk menyiapkan dua calon Walikota
Tangsel pada Pilkada 2020 yang berasal dari keluarga mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yakni
Adde Rosi Choerunnisa dan Andiara Aprilia Hikmat. Ade Rosi adalah manantu Ratu
Atut dan Andiara Aprilia adalah anak Ratu Atut.
“Kota Tangsel ini kan penyangga Ibukota negera dan
berbatasan langsung DKI Jakarta sehingga masyarakatnya lebih rasional dalam
menentukan pilihan. Nah, begitu pula didorong dengan IPM yang tinggi di antara
8 kabupaten dan kota yang ada di Banten,” ucap Tita yang juga warga Kota
Tangsel tersebut.
Perlawanan terhadap dinasti, kata Tita, sudah dibuktikan
dengan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Serang tahun lalu. Calon dari
keluarga Ratu Atut kalah dari pasangan calon lain. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kota Serang resmi menetapkan pasangan calon nomor urut 3 yakni Syafrudin-Subadri
sebagai Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Kota Serang 2018.
“Kemenangan pasangan Syafrudin-Subadri ini kan cukup
mengejutkan karena Kota Serang adalah ibukota Banten. Dukungan terhadap
pasangan calon bukan keluarga dinasti cukup besar,” ungkap Tita.
Oleh karena, kata Tita, sudah waktunya partai politik untuk
berfikir ulang untuk mengusung calon walikota dan wakil walikota dari keluarga
dinasti. Namun, bila ingin mengambil risiko akan mengalami kekalahan tentu
haknya partai politik untuk mencalonkan mereka.
“Bila partai politik ingin tetap mencalonkan mereka, lantas
menggunakan cara-raca pragmatis yakni dengan memborong semua partai pengusung,
tentu ini kurang sehat. Apalagi guna memenangkan calon dari keluarga dinasti
rakyat akan diiming-imingi dengan uang atau materi lainnya, tentu buka contoh
yang baik,” urai Tita.
Tita menyarankan kepada partai politik usunglah kader
sendiri dan bila tidak ada, ambillah bakal calon yang sudah muncul ke
permukaan. “Saya yakin dari sekian banyak bakal calon yang sudah promosikan
dirinya dapat dinilai dan untuk dipertimbangkan untuk diusung,” ucap Tita tanpa
menyebutkan nama bakal calon. (ril)
0 Comments