Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

DPRD Tangsel Diminta Mampu Selesaikan Perampasan Tanah Rakyat

Alexander Prabu dan Aji K. Bromokusumo 
saat menerima pengaduan FKMTI. 
(Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com)




NET - Sejumlah korban perampasan tanah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) bertemu dengan anggota DPRD Kota Tangsel untuk membeberkan modus perampasan tanah dan meminta kepada DPRD Kota Tangsel untuk membela hak-hak tanah rakyat yang dirampas para mafia tanah.

Para korban perampasan oleh para mafia tanah Indonesia yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) diterima oleh Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Kota Tangsel, Senin (04/11/2019). FKMTI berharap Wakil rakyat dari DPRD PSI Kota Tangsel bisa mendesak kepada Pemkot Tangsel dan BPN Kota Tangsel, untuk segera mengembalikan hak atas tanah mereka yang tidak pernah dijual, tetapi dikuasai oleh pihak pengembang BSD City, Sinar Mas Land, yang sekarang sudah berubah menjadi cluster Puspita Loka dan Giri Loka BSD.

Warga masyarakat yang mengadukan perampasan tanahnya di antaranya, Ny. Lamsiah, Khahar, Abu, dan Sutarman. Lamsiah mengaku punya tanah warisa di Lengkong Gudang, Serpong seluas 9.800 meter persegi. Tanah tersebut belum dijualnya tetapi telah dikuasai oleh perusahaan pengembang Sinar Mas Land BSD City. Sedangkan Abu memiliki tanah seluas 1 hektar lebih dan baru dijualnya 6.000 meter persegi kepada Moeldoko dan masih ada 5.000 meter persegi lagi. Akan tetapi sisa tanah miliknya saat ini dikuasai juga oleh perusahaan Sinar Mas Land BSD City.  

Sedangkan Khahar mewakili keluarga ahli waris yang tanahnya dipinjam untuk asrama Brimob Ciputat, Kota Tangsel seluar 6 hektar selama 62 tahun tapi belum dikembalikan. Sedangkan Sutarman memiliki Girik nomor C-913 tapi di atas tanah tersebut diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Padahal Girik tersebut tidak pernah dijual dan tidak ada catatan jual beli di Kecamatan Serpong.

Rombongan FKMTI Indonesia tersebut ditemui oleh anggota fraksi PSI DPRD Kota Tangsel, Aji K. Bromokusumo serta Alexander Prabu.

Menanggapi laporan dari warga masyarakat tersebut, Fraksi PSI DPRD Kota Tangsel berjanji akan memanggil dan melakukan mediasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangsel, Pemkot Tangsel serta pihak terkait lainnya.

Atas laporan tersebut, Aji K. Bromokusumo menyebutkan kasus dugaan perampasan tanah tersebut terjadi pada masa Kabupaten Tangerang, namun berimbas pada Pemerintahan Pemkot Tangsel saat ini. 

Kebetulan saat ini kader PSI menjadi Wakil Menteri ATR/BPN yang ditugaskan oleh Presiden Joko Widodo untuk menangani konflik lahan. Jadi, Fraksi PSI  akan melaporkan dugaan perampasan tanah ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI untuk diteruskan kepada kader PSI Surya Tjandra sebagai Wakil Menteri ATR/BPN.

"Dugaan perampasan tanah ini merupakan dosa masa lalu jaman Kabupaten Tangerang dan berimbas pada masa Pemkot Tangsel sekarang. Kebetulan kader PSI jadi Wakil Menteri (Wamen) ATR/BPN. Jadi kami akan melaporkan masalah ini ke DPP PSI. Fraksi PSI juga akan melakukan mediasi antara BPN dan pihak terkait," tandas Aji saat menerima FKMTI di ruang Fraksi PSI DPRD Kota Tangsel, Senin (4/11/2019).

Aji berharap para warga masyarakat Kota Tangsel yang mengadukan kasus perampasan tanah miliknya akan datang saat pemanggilan pihak terkait dan mediasi berlangsung.

Sementara itu, Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) optimistis, PSI tidak akan membela kepentingan para perampas tanah rakyat. Sebab, salah satu anggota PSI, Surya Tjandra justru ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Wamen ATR/BPN untuk menangani konflik lahan. Perintah Presiden Jokowi sejak tanggal 3 Mei 2019 lalu kepada seluruh aparat terkait untuk mempercepat persoalan konflik tanah hingga kini belum terlaksana. Bahkan, menurut Sekjen FKMTI Agus Muldya, aparat birokrasi justru ingin mempersulit rakyat untuk memperoleh hak atas tanahnya.

"FKMTI ingin membantu Presiden Jokowi agar bawahannya bisa menyelesaikan permasalahan tanah. Kita bongkar kenapa perampasan hak atas tanah rakyat bisa terjadi dan harapan dari Presiden Jokowi agar seluruh aparat terkait dapat menyelesaikan masalah perampasan dan konflik tanah rakyat dengan seadil-adilnya, segera dapat dituntaskan," ujar Agus Muldya.

Agus menambahkan para birokrat tersebut menyamakan antara sengketa dengan perampasan tanah. Padahal korban perampasan tanah tidak pernah bersengketa. Agus menjelaskan perbedaan antara perampasan tanah dan sengketa tanah adalah, korban perampasan tanah tidak pernah menjual tanah miliknya kepada pihak manapun tetapi tanah mereka dikuasai pihak lain. Korban perampasan tanah tidak ada hubungan keluarga/sesama ahli waris ataupun hubungan bisnis dengan pihak yang merampas tanah.

Jika ada hubungan bisnis hubungan keluarga itu kemungkinan termasuk sengketa tanah. Korban perampasan tanah sama dengan korban perampasan barang berharga lainnya. Namun perampasnya tidak secara langsung merampas tanah dari tangan pemiliknya.

"Jadi mustahil korban perampasan tanah yang berniat, memulai, dan akan bersengketa dengan pihak lain yang menguasai tanahnya. Korban perampasan tanah justru mempertanyakan pihak-pihak terkait mengapa di atas tanah miliknya ada pihak lain yang belakangan waktu dapat menguasai tanah miliknya tanpa pernah membeli," ungkapnya.

Agus mencontohkan kasus perampasa tanah Ani Sri Cahyani, Sutarman, Ramli yang tidak pernah menjual tanahnya tetapi ada HGB perusahaan Sinar Mas Land BSD di atas tanah mereka. Jadi seharusnya instansi terkaitlah seperti kelurahan, kecamatan, BPN yang harus bisa menjelaskan kapan tanah milik korban perampasan tanah dijual, siapa yang menjual, berapa harganya, di mana akte jual belinya, siapa saksi jual beli? Lantas mengapa di atas tanah milik korban perampasan bisa terbit SHG/SHM orang lain. Bagaimana dengan warkah tanah tersebut?

Jika pihak terkait tidak punya bukti bahwa korban perampasan tanah pernah menjual maka jelas apapun jenis surat yang dimiliki perampas adalah tidak sah. Dalam istilah BPN terbukti mal (cacat) administrasi. Jadi BPN tinggal membatalkan saja SHGB yang cacat administrasi. Sedangkan tugas pihak kepolisian menangkap mafia perampas tanah. 

"Pihak BPN-lah yang seharusnya melaporkan oknum di jajarannya yang membuat SHGB aspal. Bukan justru korban perampasan yang didorong menggugat ke pengadilan atau melapor ke polisi. Sebab, perampas tanah tidak pernah secara langsung merampas tanah dari korban. Melainkan mafia perampas tanah yang  bekerja sama dengan oknum BPN untuk menerbitkan sertifikat di atas tanah orang lain. Beda jika mobil anda dirampas. Anda tinggal lapor polisi. Sebab anda tahu kapan, di mana mobil anda dirampas, ciri-ciri perampasnya. Jika mobil anda dirampok maka perampok akan menjual mobil rampasan atau curian kepada penadah dengan harga sangat murah,” tutur Agus.

Sebab, kata Agus, perampas mobil dan pencuri mobil takut untuk membuat surat STNK mobil tersebut. Bedanya dengan mafia perampas tanah mereka bisa membuat sertifikat bekerja sama dengan birokrat terkait. Mereka juga menjualnya sangat lebih mahal dibanding dengan modalnya berkolusi dengan oknum birokrat.

Andi Suhandi, mantan Kasie Pemerintahan Kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong, yang ikut bersama rombongan FKMTI ke gedung DPRD Kota Tangsel mengungkapkan sebagai aparatur kelurahan, dirinya merasa janggal posisinya sebagai Kasie Pemerintahan dilengserkan setelah menjalankan tugas melayani kepentingan warga masyarakat yang ingin mengurus surat terkait hak atas tanah mereka.

Dijelaskan oleh Andi, ada 80 hektar tanah bermasalah di Kelurahan Lengkong Gudang Timur (Leguti), 30 hektar sudah selesai di antaranya dengan pihak PDGI. Namun sisanya yang kebanyakan dikuasai oleh pengembang BSD. Pihak BSD City Sinar Mas Land selalu menyarankan kelurahan jika ada rakyat yang mengadu tanahnya belum dijual tetapi dikuasai oleh pengembang, selalu menyuruh mereka untuk menggugat ke pengadilan.

Faktanya sesungguhnya seluruh lurah yang ada di wilayah Kecamatan Serpong, telah menerima atau diberikan surat dari pengembang BSD City Sinar Mas Land, yang meminta para lurah untuk tidak mau menandatangani apabila ada warga masyarakat atau ahli Waris yang datang kekurahan guna mengurus masalah surat menyurat yang berkaitan dengan tanah yang sudah menjadi hak Pengembang BSD (Sinar Mas Land) untuk tidak ditanda tangani.

"Menurut saya, itu adalah bentuk intimidasi kepada pihak aparatur negara, dalam hal ini kepada pihak lurah. Dan saya memilih untuk menjadi si Pitung, membela hak-hak tanah rakyat dari praktek perampasan oleh pihak pengembang yang kalau jaman Belanda dan Si Pitung dulu disebut Ki Demang yang suka merampas tanah rakyat," pungkasnya. (btl)

Post a Comment

0 Comments