![]() |
Kepala BPPT Hammam Riza. (Foto: Dade Fahri/TangerangNet.Com) |
NET - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
mengembangkan Teknologi Modifikasi Cuaca Berbasis Kecerdasan Buatan (AI) yang
disebut Smart TMC, sebagai solusi atasi kebakaram hutan dan lahan (karhutla).
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Hammam Riza melakukan diskusi dengan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. TMC harus dibekali kecerdasan artinya
sebelum terjadi harus ada intervensi karhutla.
"Itu bisa dibangun sistem cerdasnya," ujar Hammam,
Jumat (4/10/2019), saat acara Media Gathering Operasi Teknologi Modifikasi
Cuaca 5 Provinsi, 1 Tujuan Pantang Pulang Sebelum Hujan #MasihAda
Awan#AlhamdullahHujan, di BPPT, Jalan MH Thamrin No.8, Jakarta Pusat.
BPPT, kata Hammam, menggunakan kompenen yang ada di industri
4.0, mulai dari AI, big data, IoT dan kemampuan lain yang bisa dilakukan untuk
melakukan TMC, dan itu semua ada di BPPT. BPPT melalui Balai Besar Teknologi
Modifikasi Cuasa (BBTMC) akan melakukan riset, pengkajian dan penerapan Smart
TMC bersama dengan BMKG.
Hammam mengatakan BMKG juga memiliki data mengenai kapan
musim kemarau, hujan bahkan ribuan gempa berkekuatan di bawah magnitudo 5
tercatat oleh BMKG. Informasi itu merupakan big data yang bisa dipakai machine
learning atau deep learning. Itu bisa dikembangkan dan didalami untuk
menghasilkan model.
Hammam mengungkapkan akan menjadi model pembelajaran bagi
kita untuk prediktif ke depannya. BPPT juga sedang proses menyeselaikan AI
Center, dengan melakukan connect, organized, analyse dan infuse. "Kita
akan melaksanakan tahapan-tahapannya, karena bukan soal masalah timing, tapi
bagaimana agar solusi ini bisa dilakukan pada tahun depan," ungkap Hammam.
BMKG akan memberikan informasi ramalan cuaca yang akan
menunjukkan data hotspot yang muncul dan seperti apa dampaknya. Big data cuaca
memuat informasi lengkap terkait kapan, di mana dan sepertu apa intensitas
hotspot-nya. Melalui data tersebut, mesin akan bisa mempelajari dan menunjukkan
seberapa besar karhutla di sebuah daerah.
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi Herizal mengatakan
bahwa kerja sama ini bukan kerja sama baru, tapi sudah berulang dan panjang.
Kerja sama ini efektivitasnya ke depan akan semakin baik, ini juga meningkatkan
kebutuhan tentang potensi tadi.
"Kita berharap bagaimana ini diakar-rumputkan dan
sama-sama berfikir pengetahuan kita diakar-rumputkan sehingga apa yang kita
ketahui bisa bermanfaat. Kerja sama ini, tajun depan sudah dimulai. BPPT dan
BMKG harus membasahi sebelum masuk ke musim kemarau sehingga bisa mencegah
adanya karhutla. Ini bukan hanya masalah sosial ekonomi dan lingkungan tapi
juga hubungan antar negara," kata Herizal.
Mari kita kerja sama untuk meningkatkan teknologi sehingga
sumber daya kita bisa bermanfaat bagi masyarakat. (dade)
0 Comments