![]() |
Suhendar. (Foto: Istimewea/koleks pribadi) |
Oleh: Dr (Can) Suhendar
MENJELANG pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Kota Tangerang Selatan 2020, sejumlah nama yang muncul sebagai bakal calon
terus bermunculan.
Hanya saja, dari begitu banyak nama yang beredar, wacana
soal gagasan dan rencana program untuk Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ke
depan belum banyak dikemukakan oleh bakal calon.
Salah satu bakal calon wali
kota yang mencoba intens untuk mendorong politik gagasan pada Pilkada Kota
Tangsel 2020 adalah penulis, aktivis gerakan antikorupsi dan dosen pengajar Hak
Azasi Manusia (HAM) Universitas Pamulang.
Menurut penulis, wacana perlunya
politik gagasan harus terus dibangun pada Pilkada mendatang agar kontestasi
politik ini mampu menghasilkan kepemimpinan politik yang berkualitas dan
akuntabel. Apalagi kita memahami bahwa tekstur utama dari sebuah proses
demokrasi adalah ruang kontestasi ide, gagasan, program, dan ideologi, bukan
pasar transaksi jual-beli kepentingan individu dan kelompok-kekerabatan.
Dari situlah muncul semangat dan
ide awal Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi
rakyat (civic education) agar kontestasi politik dapat membentuk kesadaran
kolektif segenap unsur masyarakat tentang pentingnya memilih pemimpin yang
benar sesuai nuraninya.
Penulis percaya bahwa indikator
keberhasilan Pilkada tidak diletakkan semata-mata pada ukuran
formal-prosedural, tetapi lebih kepada ukuran-ukuran kualitatif dan substantive
- yang keduanya jelas memiliki beberapa perbedaan mendasar. Setidaknya ada tiga
indikator keberhasilan pilkada, di antaranya; (1) Ketika Pilkada memberi ruang
kebebasan bagi warga negara dalam mengekspresikan hak-hak dasarnya, (2) Ketika
Pilkada berlangsung melalui kompetisi yang fair, (3) Ketika Pilkada
menghasilkan kepemimpinan politik yang berkualitas dan memiliki akuntabilitas
yang tinggi.
Pada dimensi proses, penulis
berpendapat, Pilkada harus dibaca sebagai sarana untuk memperdalam dan
memperluas proses konsolidasi demokrasi secara kualitatif. Sementara dalam
dimensi hasil, Pilkada harus ditempatkan sebagai instrumen untuk mendapatkan
kepemimpinan politik yang lebih akuntabel dan responsif dalam mengantarkan
pelayanan publik dan kesejahteraan bersama yang lebih baik bagi masyarakat.
Terkait dengan hal itu, penulis sudah
memberi gambaran serta menyosialisasikan konsep Tangsel ke depan melalui Visi
Tangsel yang Berkebudayaan, Berintegritas, dan Maju—atau yang biasa disebut
dengan istilah “Tangsel Baru”. Pemikiran dasar ini kemudian diterjemahkan ke
dalam 11 poin Misi sebagai representasi wujud Tangsel Baru, mulai dari soal
kultur, birokrasi, teknologi, pembangunan, transportasi, pengelolaan keuangan
daerah, perekonomian, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan, serta lingkungan
hidup.
Artinya, dengan konsep Tangsel
Baru, maka Tangsel ke depan akan menjadi sebuah kota multietnis-kultural yang
toleran, sejahtera, dan adil, serta mengedepankan kualitas pelayanan publik,
lengkap dengan semangat reformasi birokrasi maupun modernisasi manajemen
pengelolaan kota yang didukung oleh sistem teknologi informasi dan komunikasi
yang terintegrasi ke semua sektor. (***)
Penulis adalah pengajar Hak Azasi
Manusia (HAM) Universitas Pamulang dan
Bakal Calon Walikota Tangerang Selatan.
0 Comments