![]() |
Ichsanuddin Noorsy (tangan terbentang) saat mengupas isi buku Suripto. (Foto: Istimewa) |
NET - Direktur Eksekutif
Institute for Strategic and Development Studies (ISDS) M. Aminuddin menilai
tokoh intel legendaris tiga zaman Suripto adalah seorang intel pemikir, karena
dia piawai dalam menganalisis data dan informasi terkait berbagai isu yang
menyangkut kepentingan publik.
Dalam bedah buku “Gagasan dan
Pemikiran Suripto, Intel Tiga Zaman” di Jakarta, Aminuddin mengemukakan Suripto
yang kini menginjak usia 82 tahun masih rajin menuangkan gagasan dan
pemikirannya secara cerdas dan lugimas di media massa, baik di bidang politik dan
ekonomi maupun sosial-budaya.
Selain Aminuddin, acara bedah
buku Suripto itu juga menghadirkan narasumber Ekonom Senior Dr Ichsanuddin
Noorsy dan Direktur Pasca Sarjana Universitas As-Syafiiyah Jakarta Prof Dr
Zainal Arifin Hoesien dengan moderator wartawan senior LKBN Anatara, Theo Yusuf
MS.
Dalam bedah buku yang didahului
dengan peluncuran buku “Gagasan dan Pemikiran Suripto, Intel Tiga Zaman” itu
Direktur ISDS juga mengapresiasi terbitnya buku yang dinilainya mencerahkan di
bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya itu.
“Buku ini sebagian berangkat dari pengalaman
pribadi Suripto tentang apa yang dilihat dan dirasakannya secara langsung
selaku seorang intel pada era Orde Lama dan Orde Baru serta era Reformasi,”
tutur Aminudin.
Buku itu dinilainya banyak
menyajikan informasi langka bagi publik Indonesia seperti menyangkut konspirasi
dan gerakan rahasia Zionisme dan Freemasonry yang ternyata telah lama berkembang
di Indonesia.
Sementara itu, Ekonom Ichsanuddin
Noorsy mengemukakan buku Suripto itu juga menyoroti peristiwa-peristiwa
konspiratif dan besar terkait perang ekonomi-politik Internasional seperti soal
Arab Spring dan mengapa pemimpin Libia
Muammar Khadafi jatuh.
Kendati mengapresiasi,
Ichsanuddin juga mengkritisi sistimatika buku tersebut. “Beberapa ulasan senada
sebaiknya cukup dijadikan satu bab bahasan saja. "Misalnya, bahasan
Zionisme dan Freemasonry cukup disatukan dalam satu bab," ujar Noorsy
kepada wartawan, Jumat (17/8/2018).
Sementara itu, Prof Dr Zainal
Arifin Hoesien berpendapat bahwa buku tersebut bukan diperuntukkan sebagai buku
ilmiah, tetapi merupakan buku refleksi Suripto sebagai seorang intel yang kini
menjadi pengamat intelijen itu terkait aneka peristiwa besar nasional dan
kebijakan pemerintahan.
"Karena bersifat reflektif,
buku ini didapat dari apa yang dia rasakan, diamati dan disimpulkan. Misalnya,
soal penerapan sistem demokrasi yang sudah mapan. Dalam refleksi Suripto
ternyata demokrasi yang berjalan adalah demokrasi transaksional yang
dipertontonkan elit politik dan para saudagar,” katanya.
Zainal mengapresiasi sikap Suripto yang
mengkritisi penegakan hukum di Indonesia yang dinilainya masih lemah dan
terkesan tebang pilih. Padahal penegakan hukum sangat penting untuk menghindari
adanya “public distrust” (ketidakpercayaan publik). (rls)
0 Comments