![]() |
Ketua Bappeda Pemprov Banten Hudaya Latuconsina: itu kebijakan OPD. (Foto: Istimewa) |
NET - Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) Comunitas Banten Raya, menyoal dana promosi dan publikasi Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Banten pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) tahun 2016 senilai Rp 77 Miliar dan APBD
tahun 2017 senilai Rp 54 Miliar yang diduga menyalahi peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa.
"Ya, kami menduga Pemprov
menyalahi Perpres No 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang dan jasa,” ujar
Sidik kepada wartawan, Rabu, (25/4) di Serang, Banten seperti dilansir
Tangerang Raya.
Sidik mengatakan yang saat ini
sudah diperbarui menjadi Perpres nomor 16 tahun 2018, yang isinya Pengadaan
Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200 juta. Penunjukan
Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya dalam keadaan tertentu.
Menurut Sidik, dari informasi yang dikumpulkan pada APBD
tahun 2016, Pemprov Banten menganggarkan untuk dan promosi serta publikasi di
media massa baik media televisi, tadio, cetak dan online sebesar Rp 77.054.116.027,
yang tersebar di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemprov Banten.
“Namun dari data yang kami dapat,
pada realisasinya penunjukan langsung tanpa melalui proses lelang (tender-red)
walau nilainya melebihi Rp200 juta, seperti yang disyaratkan dalam Perpres No 4
tahun 2015 atau Perpres nomor 16 tahun 2018,” ungkap Sidik.
Ada media cetak lokal, kata Sidik,
mendapat kontrak hingga miliaran rupiah di satu OPD. “Namun tanpa pelaksanaan
lelang atau tender. Inikan sudah melanggar, " tutur Sidik.
Menurut Sidik, pada tahun 2016 itu
memang tahunnya politik, ada konspirasi dalam penentuan dana publikasi yang
begitu besar yang tujuanya untuk menyokong promosi calon gubernur.
Begitu juga pada 2017, lanjut
Sidik, APBD tahun 2017 menyediakan anggaran sebesar Rp54.445.929.260 yang juga
tersebar di sejumlah OPD tapi dalam pelaksanaannya tanpa tender juga. Namun di dalam
realisasi tahun 2017 ini ada pengurangan dan promosi dan publikasi sebesar Rp22
miliar lebih.
"Anehnya serapan dana
publikasi tahun 2017 ini tersedot cukup besar di triwulan pertama dan kedua,” tegas
Sidik.
Sidik mengaku dalam waktu dekat
ini ia akan mengumpulkan data-data kontrak per media yang ada di OPD, sehingga
bila sudah lengkap pihaknya akan melaporkan persoalan ini ke Kejaksaan dan bila
perlu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ya, bila datanya lengkap
akan kita laporkan," ucap Sidik.
Persoalan ini, kata Sidik, langkah
Pemprov pada tahun anggaran 2018 ini untuk dana publikasi dan promosi sudah melaksanakan
tender atau lelang.
"APBD 2018 dana publikasi
mencapai Rp 49.235.167.225, namun prosesnya melalui lelang. Kini sedang berlangsung lelang atau
tendernya. Kalau tahun 2018 dilelang, kenapa tahun sebelumnya tanpa lelang,
inikan jadi pertanyaan?," ujar Sidik keheranan.
Hal yang senada juga dikatakan
Ketua LSM Geram (Gerakan Masyarakat Banten), Didi.
Menurutnya, informasi yang
diterimanya pada 2015 Pemprov Banten menggelar tender dana promosi dan
publikasi. Namun pada 2016 dan 2017 tanpa ditender. "Saya sepakat
persoalan ini harus diusut, sebab ini sudah melanggar aturan," kata Didi.
Didi mengatakan semua OPD Banten
harus terbuka ke publik, kenapa dana sebegitu besar, namun dalam pelaksaannya
tanpa mekanisme yang benar. "Info yang berkembang, adanya titipan-titipan
dari anggota DPRD Banten untuk dana publikasi dan promosi pada masing-masing
OPD yang dikhususkan untuk media lokal tertentu, " ujar Didi lagi.
Terkait dengan hal itu, Kepala
Bappeda Provinsi Banten Hudaya Latuconsina belum bisa bicara banyak, hanya
menjelaskan anggaran publikasi tahun 2016 dan 2017 itu, tersebar di semua OPD
Pemprov Banten. Namun, datanya tidak hafal harus dicari dahulu.
"Kalau dana publikasi tahun
2016 dan 2017 memang tersebar di OPD, harus dilihat datanya, besok silakan
datang ke kantor ketemu Kabid P-4," ucap Hudaya ketika dikonfirmasi wartawan.
Disinggung soal mekanisme tender
atau lelang, Hudaya mengatakan memang tidak ditenderkan, kebijakan tersebut ada
di OPD masing-masing. "Itu kebijakan di OPD masing-masing," ujar
Hudaya. (*/ril)
0 Comments