Abdul Hamim Zauzi: lemah pengawasan internal. (Foto: Man Handoyo/tangerangnet.com) |
NET - Dengan ditangkapnya beberapa hakim dan panitera
pengganti di pengadilan negeri di Indonesia, termasuk Pengadilan Negeri (PN)
Tangerang, merupakan bukti lemahnya pengawasan yang dilakukan secara internal
di lembaga penegak hukum tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Abdul Hamim Zauzi dari Aliansi
Lembaga Bantuan Hukum Keadilan, Kota Tangerang, Banten, Rabu (14/3/2018)
terkait ditangkapnya Hakim Wahyu Widya Nurfitri dan Panitera Pengganti Tuti
Atika oleh petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di PN Tangerang,
Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang.
Salah satu buktinya, kata Abdul Hamim, Pengadilan Tinggi
Banten, sampai saat ini belum mengetahui
secara persis apakah Pengadilan Negeri Tangerang sudah memberlakukan
adanya laporan satu pintu. "Setelah
saya cek, Pengadilan Tinggi Banten selama ini beranggapan bahwa pelayanan
laporan satu pintu di pengadilan ini sudah diberlakukan," ujar Abdul
Hamim.
Tapi faktanya, kata Abdul Hamim, tidak dan laporan itu bisa
dilakukan oleh para pencari keadilan di semua loket. Hal ini riskan terjadi kesepakatan yang kurang baik antara pencari keadilan dan
para hakim maupun penitera pengganti untuk memenangkan sebuah kasus yang sedang
dihadapi.
"Ini adalah bukti bahwa pengawasan yang dilakukan oleh
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung lemah. Bahkan tidak ada sama sekali,”
ungkap Abdul Hamin.
Oleh karena itu, tambahnya, Pemerintah harus mendirikan
lembaga independen yang khusus melakukan pengawasan terhadap jalannya proses
hukum di semua pengadilan.
"Lembaga pengasawan di pengadilan bisa diambil dari mana saja. Misalnya, Komisi
Yudisial yang selama ini kurang difungsikan," kata dia.
Samahalnya kata Erlangga Swadiri, dari Lembaga Bantuan Hukum
Kota Tangerang menambahkan masih terjadinya penangkapan terhadap hakim dan panitera
pengganti, karena selama ini pengawasan tersebut sangat minim, sehingga di antara hakim dan panitera pengganti
dapat melakukan interaksi dengan mereka yang sedang menjalani kasus peradilan
di pengadilan negeri.
"Ini bukan rahasia umum lagi. Apalagi di Pengadilan
Negeri Tangerang. Panitera Panggannti bisa saja blak-blakan dengan pengacara
atau pencari keadilan untuk menegosiasikan adanya salah satu kasus," ucap
Erlangga.
Karena itu, kata
Erlangga, seharusnya yang diperiksa
dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut, bukan hanya hakim dan
panitera saja. Tapi juga Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Muhammad Damis.
Mengingat dalam melaksanakan proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan
tersebut dilakukan secara bersama-sama. ''Ya, seharusnya Pak Ketua PN Tangerang
juga diperiksa. Karena sebelum dan sesudah peradilan Itu dilaksanakan, selaku
oleh hakim dikoordinasikan kepadanya,'' tutur Erlangga.
Sementara itu, pihak PN Tangerang, enggan dikonfirmasi soal
hakim dan panitera pengadilan yang ditangkap KPK pada Senin (12/3/2018) lalu.
Bahkan Humas PN Kota Tangerang Muhammad Irfan yang
sebelumnya membenarkan adanya penangkapan teraebut, tidak ke luar dari ruangannya untuk menemui
wartawan. (man)
0 Comments