![]() |
Arist Merdeka Sirait: bujuk rayu dan tipu muslihat. (Foto: Istimewa) |
NET - Penyidik Polres Jombang
menemukan cukup bukti hukum yang meyakinkan, seorang guru yang sehari-hari
mengajar di SMP Negeri Jombang, Jawa Timur, yang diduga melakukan kejahatan
seksual terhadap 25 muridnya.
“Bujuk rayu, tipu muslihat,
janji-janji melalui pendekatan Ruqiyah yang dilakukan pelaku dengan mendompleng
kegiatan ekstra kulikuler di sekolah serta pengakuan pelaku kepada penyidik
sudah membuktikan bahwa perbuatan pelaku sudah memenuhi unsur pidana,” ujar Ketua
Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait kepada wartawan dalam siaran
pers yang diterima tangerangnet.com, Sabtu (17/2/2018)
Modus yang digunakan seperti Ruqiyah, kata Arist, pelaku dapat dijerat dengan
ketentuan UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Penerapan Perpu No. O1 Tahun 2016
dengan ancaman maksimal pidana penjara 20 tahun. Bahkan pelaku dapat dikenakan
hukuman tambahan dengan hukuman seumur hidup bahkan dapat dikenakan hukuman
tambahan dengan Kastrasi yakni kebiri melalui suntik kimia.
Oleh sebab itu, kata Arist, Polres
Jombang tidak perlu ragu menerapkan ketentuan UU No. 17 Tahun 2016, demikian
disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak merespon
dugaan kejahatan seksual yang terjadi di
SMP Negeri Jombang.
Arist menjelaskan penerapan
ketentuan UU No. 17 Tahun 2016 maupun ketentuan padal 82 UU RI No. 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak bahwa
Kejahatan seksual tidak mesti
melakukan hubungan seksual. Dengan cara oral seks, memasukkan jari ke vagina atau ke anus korban
bahkan "sexual harassment"
sudah memenuhi definisi kekerasan seksual yang diatur dalam UU RI No. 35
Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
"Demi kepentingan terbaik
anak dan demi keadilan bagi korban, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga
independen yang memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia mendukung Kasat Reskrim Polres Jombang untuk
menetapkan UU RI No. 17 Tahun junto UU
RI No. 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak. Hal ini agar Jaksa penuntut Umum (JPU) dengan leluasa
menetapkan tuntutannya sesuai dengan
harapan korban dan keluarganya," ujarnya.
Sementara itu, untuk pemulihan
trauma korban, Komnas Perlindungan Anak mendesak Kadis Pusat Pelayanan
Perlinduangan Anak (PPPA) dan Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Jombang
untuk segera memberikan layanan psikososial tetapi atau trauma healing bagi korban. Hal ini sekaligus
mendesak kepala Sekolah SMP Negeri
Jombang dengan dukungan Kadis Pendidikan Jombang untuk melakukan
langkah-langkah perlindungan bagi murid yang menjadi korban dan mengantisipasi
stikmatisasi bagi korban. (dade)
0 Comments