Para pedagang yang berunjuk rasa dikawal petugas Polres Metro Tangerang Kota: manajemen mengambil kebijakan sepihak. (Foto: Istimewa) |
NET – Sedikitnya 1.000 pedagang sayur mayur dan buah-buahan di
Pasar Tanah Tinggi, Kota Tangerang, Banten, Senin (13/11/2017) mogok. Mereka
memilih tidak berjualan dan berkumpul di
pelataran depan pasar sebagai bentuk dari penolakan terhadap kebijakan pihak manajemen pasar (PT Selaras Griya
Adigunatama) yang akan memberlakukan masa kontrak sebelum waktunya.
Selain itu, para
pedagang yang sudah puluhan tahun mengais rezeki di Pasar Tanah Tinggi juga
menolak akan diberlakukannya kebijakan manajemen yang akan memungut sayur mayur
atau buah yang masuk ke pasar itu Rp 100/kilogram.
"Kami merasa
keberatan atas kebijakan itu karena dapat menyengsarakan para pedagang," ujar Kemi, salah seorang perwakilan
pedagang Pasar Tanah Tinggi, Kota Tangerang, Banten.
Karena, kata dia,
berdasarkan perjanjian yang ada, massa kontrak para pedagang di Pasar Tanah
Tinggi yang mencapai 20 tahun akan
brakhir pada tahun 2021. Namun sebelum massa itu berakhir, pihak manajemen
sudah membuat kontrak atau sewa lapak
baru hingga tahun 2026 nanti.
Dan para
pedagang, katanya, diiwajibkan untuk membayar. Bila tidak, lapak mereka akan dijual kepada orang lain. "Ini kan
tidak fair dan dapat menyengsarakan para pedagang," tutur Kemi yang dalam
kebijakan itu harus menbayar sewa lapak pada 2021-2026 sebesar Rp 90 juta untuk
ukuran 2 x 3 meter.
Hal lain yang
memberatkan pedangang, kata Kemi, setiap sayur manyur dan buah yang masuk ke
Pasar Tanah Tinggi, akan dikenakan pungutan Rp 100/kilogram. "Kebijakan
pihak manajemen cukup luar biasa. Mereka jadikan para pedagang sebagai sapi
perahan,” ucap Kemi.
Ketua Pedagang
Pasar Induk Tanah Tinggi Luster Siregar mengatakan seharusnya pihak manajemen
membahas masalah jangka waktu kontrak pada 2021 nanti, pada saat masa sewa
lapak pedagang sudah berakhir. "Ya kalau mereka membahasnya sekarang
terkesan mengada-ngada," kata dia.
Sehingga, kata
Luster, para pedagang merasa curiga. Mengingat
status lahan Pasar Tanah Tinggi disinyalir masih milik Departemen
kehakiman (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia—red) yang disewa oleh pihak manajemen pasar selama
20 Tahun. "Ya kalau kita bayar sekarang dan ternyata sewa lahan itu
berkahir 2021, lalu kepada siapakah para pedagang minta pertanggung jawaban,
jika pihak manajemen melarikan diri," ujar Luster menduga-duga.
Sementara pihak
manajemen belum bisa membuktikan lahan
itu sudah mereka beli atau milik sendiri. "Ya kakau mereka mau fair,
sebelum memberlakukan kebijakan kotrak baru kepada pedagang, tunjukkan dulu bukti admibistrasinya, bahwa
lahan tersebut adalah milik mereka," ungkap Luster.
Luster menjelaskan
terkait pungutan sayur mayur dan buah yang akan masuk ke Pasar Tanah Tinggi Rp
100/kilogram, tentu sangat memberatkan para pedagang. Pasalnya, setiap hari
sayur mayur dan buah yang masuk ke pasar tersebut mencapai 7 juta kilogram. "Coba,
kita kalikan 100 perak kali 7 juta kilogram. Sama dengan Rp 700 juta. Dengan
begitu maka pihak manajemen setiap bulan akkan meraup Rp 21 miliar," tutur
Luster.
Sementara itu, Manajer
Umum PT Selaras Griya Adigunatama Jamal mengatakan pihaknya akan menarik
kontrak baru kepada para pedagang, dengan alasan agar pada tahun 2021-2026
mereka bisa terus berdagang di pasar
tersebut. "Mereka, kami minta membayar terlebih dahuku karena banyaknya
pedagang baru yang belum mendapat lapak," kata dia.
Sedangkan
pungutan Rp 100/kilogram, Jamal mengatakan akan diberlakukan pada saat
2021-2026 nanti. "Kalau mereka diminta dari sekarang dengan nilai kontrak
yang lebih tinggi saya kira wajar. Dengan tujuan agar bisa mencicil dan sesuai
dengan kondisi yang ada pada saat sekarang," kata Jamal yang mengaku bahwa lahan Pasar
Tanah Tinggi adalah milik PT Selaras Griya Adigunatama, selaku pengelola pasar.
(man)
0 Comments