R. Mulyono Rahadi Prabowo dan Yunus Subagio Swarinoto; saat menjelaskan kepada wartawan tentang cuacara pada 2018. (Foto: Dade, Tangerangnet.com) |
NET - Menghadapi musim hujan pada bulan Maret 2017/2018, Badan Meteorologi,
Klomatologi, dan Geofisika (BMKG) prakirakan musim kemarau 2017 di Indonesia
akan mundur dibanding dengan rata-ratanya. Data menunjukkan di sebagian besar wilayah
Indonesia mengalami awal musim kemarau 2017 mundur dari normalnya sebanyak 51
persen, sama dengan normalnya sebanyak 29 persen dan sebanyak 23 persen maju
dari normalnya.
"Berdasarkan monitoring hingga awal September 2017, sebanyak 85 persen
wilayah zona musim di Indonesia telah memasuki musim kemarau,” ujar Deputi
Klimatologi Badan Meteorologi, Klomatologi, dan Geofisika (BMKG), R. Mulyono Rahadi Prabowo, Kamis (7/9/2017), di Kantor BMKG, Jalan Angkasa 1 No.2,
Kemayoran, Jakarta Pusat.
Mulyono menjelaskan perkiraan hujan 2017-2018 wilayah krisis air harus disuplay
air bersih, untuk kebutuhan sehari-hari dan diperkira-kirakan ke depannya pada bulan
Agustus-September 2017, di Indonesia pada musim kemarau atau puncak kemarau.
Musim kemarau, kata Mulyono, monitoring dinamika atmosfer sampai awal
September 2017 menunjukkan ENSO (El Nino Soetherrn Oscillation) pada kondisi
Netral (indek ENSO = -0,2, tidak El Nino maupun tidak La Nina). Indeks IOD
(Indian Ocean Dipole Mode) bernilai "Positif" (indeks IOD = +0.76)
yang menyebabkan wilayah Indonesia bagian barat mengalami kurang curah hujan
dibanding normalnya.
"Pergerakan angin Monsun Australia (Angin Timuran) melemah, dan
kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia dalam kondisi Netral,
namun lebih hangat di perairan Indonesia bagian timur, yang dapat mendukung
adanya hujan-hujan lokal pada periode musim kemarau 2017," ujarnya.
Menurut Mulyono, BMKG memprediksi kondisi ENSO akan konsisten metral hingga
akhir tahun 2017 dan berlanjut hingga awal tahun 2018, Anomali Suhu Muka Laut
di wilayah Indonesia pada kisaran -05-+1 derajat celsius, IOD diprediksi pada
kondisi netral hingga Desember 2017. Tidak ada penambahan atau pengurangan
pasokan uap air dari Samudera Hindia ke Indonesia, Monsun Asia (Angin Baratan)
diprediksi mulai aktif sekitar November 2017 seiring dengan periode awal musim
hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
"Prakiraan awal musim hujan 2017/2018 di wilayah Indonesia secara umum
akan mulai pada akhir Oktober-November 2017. Jika dibandingkan dengan
rata-ratanya (1981-2010), awal musim hujan (20/7/2018) diperkirakan mundur
sebanyak 134 ZOM (39,2 persen). Sama sebanyak 131 Zom (38.3 persen), dan
sisanya sebanyak 77 ZOM (22,5 persen) Maju," ungkap Mulyono.
Sementara itu, Deputi Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG), Yunus Subagyo Swarinoto mengatakan prakiraan Sifat Hujan
Musim Hujan 2017/2018, diprakirakan normal sebanyak 240 ZOM (70.2 persen), atas
normal sebanyak 74 Zom (21.6 persen), dan sisanya 28 ZOM (8.2 persen), atas normal
sebanyak 74 ZOM (21.6 persen), dan sisanya 28 ZOm (8.2 persen) Bawah Normal.
Puncak Musim Hujan 2017/2018 diprediksi akan terjadi pada bulan Desember
2017-Februari 2018.
"Perlu diwaspadai terutama untuk daerah yang rentan terhadap bencana,
dengan dampak yang ditimbulkan cuaca ekstrim saat transisi musim yaitu adanya
angin kencang, puting beliung dan gelombang tinggi, dan saat puncak musim hujan
yaitu banjir, tanah lonsor, genangan, angin kencang, gelombang tinggi, pohon
tumbang, dan lainnya mengingat peluang curah hujan ekstrim akan semakin meningkat,"
ucap Yunus.
Seminggu ke depan, kata Yunus, potensi hujan lebat berpeluang terjadi di
Aceh, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku
Utara, dan Papua. Potensi tinggi Gelombang 2.5-4.0 meter (Rough Sea) berpeluang
terjadi pada periode 07-12 September 2017 di Perairan Barat Kep. Simeulue-Kepulauan
Mentawai, Perairan Barat Enggano, Samudra Hindia Barat Sumatera hingga Selatan
Jawa. (dade)
0 Comments