Bayu Saputra saat menyampaikan penjelasan kepada wartawan. (Foto: Dade, Tangerangnet.com) |
NET - Oknum Kedutaan Arab Saudi di Jakarta dengan
pengelola travel, provider visa, dan agen asosiasi umroh, terlibat dalam tindak
pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok umrah. Kejahatan yang telah mencoreng
nama bangsa ini, sedang diungkap oleh Bareskrim Mabes Polri dan Kementerian
Luar Negeri.
Koordinator
Tim Advokasi Forum Komunikasi Alumni Pemuda Lemhannas (Tapla), Bayu Saputra,
SH, Minggu (21/5/2017) mengatakan hal itu
saat jumpa pers, di Sentral Al Jazeerah Restaurant & Cafe, Jalan
Pramuka Raya No. C23, Jakarta Pusat.
Kepala
Bareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto, kata Bayu, mengaku telah mengungkap TPPO berkedok
perjalanan umrah, mereka memanfaatkan
visa ibadah untuk visa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Timur Tenggah. Begitu
juga Kemenlu, mereka akan menelusuri dugaan adanya oknum kedubes yang terlibat
dalam tindak pidana perdagangan orang berkedok umrah.
Menurut
Bayu, ada informasi keterlibatan oknum di kedutaan, seperti disampaikan Dirjen Perlindungan Warga
Negera Indonesia (WNI) Kemenlu, Muhammad
Iqbal di kantor Bareskrim. “Ini masih didalami, kami akan menyampaikan
informasi terkini tentang itu. Dalam menjaga kedaulatan bangsa, kami sampaikan
apresiasi kepada Bareskrim Polri telah bekerja dengan baik,” tutur Bayu.
Kejadian
ini, kata Bayu, merupakan hal yang
mencoreng nama baik, yang mana devisa negara seharusnya menjadi tanggung jawab
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
bukan para travel umroh, provider visa, agen, asosiasi umroh atau oknum yang di
kedutaan Arab Saudi yang ada di Jakarta.
“Kami
menduga mereka terlibat atas permasalahan ini," ujarnya.
Padahal,
kata Bayu, visi misi pemerintah Jokowi-JK ‘bebas pungli’ namun di sini diduga
masih ada peristiwa yang bakal mencoreng nama baik bangsa. Sejauh ini hasil
Investigasi Tim Alumni Lemhanas RI selain menemukan indikasi mengenai TPPO
berkedok perjalanan umrah, juga ada estimasi yang dikalkulasikan mendalam
penggunakan pembiayaan visa yang nominalnya sebesar 15 dollar.
"Padahal
2 November 2016, pihak Dirjen Agama sudah mengedarkan imbauan agar tidak ada
pungutan yang tidak berdasarkan hukum ini, alias "pungli". Ada
634.000 jemaah umroh tiap tahunnya di Indonesia, ini terbesar ketiga, setelah
Pakistan dan Mesir, sehingga potensi kerugiannya apabila berjalan merupakan
pelanggaran yang serius," ungkap Bayu.
Hal itu,
kata Bayu, Indonesia telah masuk dalam perhatian PBB saat ini, yang khususnya
modus operandi perdagangan orang dan ini
menjadi kejahatan sistematik. Alumni Lemhanas RI menghimbau kegiatan yang melibatkan jemaah
seperti ini, termasuk pula tidak ada aturan dan pihak Kedubes Arab Saudi
sendiri juga tidak pernah membiarkan kejadian seperti ini.
"Prosesnya
direkruit dari masyarakat dan tidak ada izin atau otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jadi selain melawan dan melanggar hukum, juga tidak ada dasarnya. Untuk itu,
forum alumni Lemhanas RI akan menindaklanjuti peristiwa ini kepada Presiden dan
Dirjen Agama, karena dinilai sudah cukup jelas melanggar. Berkaitan dengan
Nawacita dan program Jokowi yang anti pungli. Besar harapanya agar segera
diperhatikan, dimana diduga ada penyalahgunaan visa, dan indikasi kuat pungli,
serta pihak pihak yang terlibat mesti ditindak," kata Bayu. (dade)
0 Comments