![]() |
Ilustrasi salah jalan provinsi di Kabupaten Tangerang saat pelabaran belum dibayar dan warga menuntut. (Foto: Istimewa) |
NET – “Semua fakta ini terjadi pada
masa kepemimpinan Rano Karno. Maka, sangat beralasan apabila kinerjanya dinilai
jeblok dan mayoritas masyarakat tidak lagi menginginkan Rano Karno menjabat
kembali sebagai Gubernur Banten 2017-2022 sebagaimana hasil survei lembaga
survei Jaringan Survei Indonesia (JSI), pada Kamis 29 Desember 2016 lalu,” ujar
Baehaqi, yang juga kandidat Doktor UIN Jakarta.
Salah satu persoalan utama di Provinsi Banten,
katanya, adalah terjadinya kesenjangan wilayah yang masih menjadi urutan ke-3 se-Indonesia.
Kesenjangan antar-wilayah Utara-Selatan (Pandeglang dan Lebak) ditunjukkan
dengan perbedaan yang mencolok dalam hal: kondisi infrastruktur (jaringan jalan
dan jembatan), serta sarana pendidikan dan kesehatan. Tingkat kemiskinan
(Pandeglang dan Lebak di atas 9 persen, kabupaten/kota lain di bawah 6 persen),
tingkat rumah layak huni (Pandeglang dan Lebak di bawah 70 persen, kabupaten
dan kota lain di atas 90 persen, kecuali Serang 86,37 persen), pengguna air
bersih (Pandeglang dan Lebak di bawah 40 persen, kabupaten dan kota lain di
atas 70 persen, kecuali Serang 62,99 persen).
Kesenjangan antar golongan masyarakat, imbuhnya, ditunjukkan
oleh Indeks Gini yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan menuju titik
rawan (2012: 0,38, 2014: 0,41). (Catatan: kisaran indeks gini adalah 0-1 dengan
0,45 sebagai titik rawan). Derajat kesehatan juga yang relatif rendah. Angka
Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi yang tinggi (tertinggi kelima secara
nasional), Kemiskinan masih tinggi (5,51 persen), Pengangguran yang tinggi
(9,07 persen), Pendapatan masyarakat (yang dicerminkan oleh angka pengeluaran
masyarakat) mayoritas (52 persen) berada pada kisaran 300 ribu - 750 ribu
Rupiah, hanya 28,4 persen yang di atas satu juta rupiah. Intoleransi yang
ditunjukkan dengan banyaknya konflik antar golongan masyarakat yang di
antaranya dipicu oleh isu keagamaan. Persentase penduduk miskin naik, tahun
2014: 5,51 persen dan tahun 2015: 5,90 persen. Pengangguran juga naik, tahun
2014: 9,07 persen dan 2015: 9,55 persen.
Demikian beberapa data dan fakta yang terungkap
saat diskusi refleksi tahun 2016 yang berjudul “Evaluasi Publik Terhadap Kinerja
Rano Karno” yang digelar oleh komunitas akademisi Banten, di sebuah rumah makan
di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel),
Minggu (1/1/2017) yang menghadirkan nara sumber sejumlah dosen perguruan tinggi di Banten yakni Dr.
Suheri, SE. MM, dosen Ekonomi STMIK
Raharja dan Universitas Pelita Harapan, Baehaqi, MA, dosen Filsafat Politik
Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Ahmad Fauzi, MM, dosen Pendidikan
Anti Korupsi di kampus STISSIF Yuppentek. Amirudin, dosen UNPAM Tangsel.
Baehaqi
menjelaskan sudah
16 tahun menjadi provinsi, namun kenyataannya, kondisi pembangunan saat ini
masih jauh dari harapan. Sejak berdiri tahun 2000 lalu, cita-cita mewujudkan
Banten Mandiri, Maju dan Sejahtera seperti termaktub dalam visi pembangunan
Banten Tahun 2005-2025 belum tercapai sesuai tahapan dan target perencanaan.
Begitu banyak persoalan berikut tantangan yang dihadapi sehingga harus
diselesaikan secara menyeluruh.
Dosen
Pendidikan Anti Korupsi Kampus STISSIF Yuppentek, Ahmad Fauzi, khusus
memberikan raport merah kinerja Rano Karno pada tata kelola pemerintahan. “Miris,
rasanya menjadi warga Banten, terutama pada era kepemimpinan Gubernur Rano
Karno. Praktik korupsi masih merajalela, setelah terkuak skandal Bank Banten
dengan penangkapan beberapa pejabat di Banten, lalu Bank tersebut mengalami
kerugian sebanyak Rp 283 miliar pada bulan September 2016,” tutur Fauzi.
Belakangan,
kata Fauzi, terjadi penggeladahan kantor
Kabag Keuangan anak buah Rano Karno di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD
Banten. Laporan keuangan Pemda Banten
mendapat opini disclaimer dari Badan
Pemeriksan Keuangan (BPK) dua kali berturut-turut, 2013 dan 2014. Pada 2015 diberi opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) yang berarti masih sarat masalah. Fakta tersebut kemudian diperkuat
dengan perkembangan nilai akuntabilitas kinerja pemerintah provinsi yakni nilai
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Banten terendah
ke-7 dari 34 provinsi di Indonesia.
Bahkan,
mantan Ketua Umum HMI cabang Tangerang ini juga menilai upaya Rano Karno dalam
pemberantasan korupsi di Pemprov Banten hanya lips service aja, dan tidak
menghasilkan apa-apa, bahkan dalam survei opini publik terkonfirmasi bahwa
masyarakat sangat percaya Rano Karno masih terbelit kasus korupsi masa lalu. “Teriakan
anti korupsinya hanya energi utopia karena RK (Rano Karno-red) masih banyak
terbelit kasus masa lalu. Lucunya, RK mengklaim bisa menggandeng KPK di Pemprov
Banten, padahal itu memang sudah program KPK, tanpa RK program itu tetap jalan,”
ujar Fauzi.
Yang
membuat geli, imbuh Fauzi, adalah ada
kelompok yang mengaku anti korupsi memuji RK soal ini, ternyata belakangan
terbongkar bahwa mereka itu bagian dari tim suksesnya. Contoh lain yang
belakangan ramai di media massa sebagaimana statement ketua KPK, Agus Raharjo
bahwa ada cagub Banten yang terlibat korupsi.
“Semua
orang tau yang dimaksud itu Rano Karno. Jadi, kesimpulan masyarakat jelas, soal
tata kelola pemerintahan selama Rano Karno memimpin nilainya merah,” ungkap
Fauzi.
Diskusi
berjalan menarik dan dinamis karena dihadiri oleh kalangan aktivis pemuda dan
mahasiswa yang juga ikut memberi penilaian terhadap kinerja kepemimpinan Rano
Karno selama menjadi Gubernur Banten. Mayoritas peserta diskusi cenderung
menilai selama Banten dipimpin Rano Karno sangat minim prestasi dan masih
menyisakan banyak masalah seperti inprastruktur jalan yang buruk, bangunan
sekolah yang rusak, dan fasilitas kesehatan yang masih minim. (*/ril)
0 Comments