![]() |
Suahardi Alius dan para peserta seminar: setelah terjadi. (Foto: Dade, TangerangNet.Com) |
NET - "Ancaman
terorisme tidak hanya dilihat dari sisi hukum tetapi menyangkut sisi politis,
ekonomi, dan berbagai kepentingan lainnya. Dengan kata lain, terorisme bukanlah
ancaman yang memiliki satu motif tetapi bisa muncul oleh berbagai alasan dan
sebab yang saling kait-mengait," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), Drs. Suhardi Alius, MH, Selasa (6/12/2016).
Suhardi Alius
mengatakan hal tersebut pada acara
seminar nasional "Preventtive Justice" dalam Antisipasi Ancaman
Perkembangan Terorisme, di Hotel Borobudur Jakarta.
Menurut Suhardi, masih ada yang menganggap terorisme
merupakan ancaman yang "dibuat-buat" atau "mengada-ada".
"Kesadaran perlunya menangkal ancaman terorisme baru menjadi perhatian
serius ketika sudah memakan korban dalam jumlah banyak, sementara belum ada
instrument hukum yang tepat untuk menangani kejahatan terorisme
Oleh karena itu,
kata Suhardi, dalam kontak global, munculnya Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS) yang secara massif melakukan aksi, telah menginspirasi gerakan dilihat
yang sama di berbagai negara. "Kelompok ekstrimis ini diperkirakan sudah
aktif di 40 negara dengan berbagai bentuk operasi," ujarnya.
Ancaman lain yang
juga tak kalah mengkhawatirkan adalah fenomena Foreign Terrorist Fighters
(FIF), pelatihan militer di dalam dan luar negeri, kebebasan penggunaan
internet (the use of internet for terrorism purposes), dan berkembangnya hate
speech yang sudah mengarah pada terorisme.
Hadir dalam seminar
antara lain, yaitu Hanafi Rais, Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme, Asrul Sani,
Anggota Pansus RUU Terorisme, Al Araf, Direktur Imparsial, Prof. Dr. KH Said
Aqil Siroj. MA, Ketua Umum Harian Tanfidziah Nahdatul Ulama, dan Iwan Sasriawan
SH. LLM P.hD, Pengurus Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah.
Sementara itu, UU
No. 15 tahun 2003 belum mengatur tentang kegiatan Pendahuluan (precursor
activities) sebagai kegiatan yang dapat dipidana. "Indikasi tindakan
terorisme seperti pelatihan militer, baiat, perekrutan, penghasutan dan
penanaman doktrin untuk melakukan terorisme banyak dilakukan secara
terang-terangan," ujar Suhardi.
Namun demikian,
terhadap mereka yang telah melakukan pelatihan militer di dalam dan luar negeri
belum bisa dikenai tindak pidana. BNPT memandang tindakan-tindakan itu dapat
menjadi bagian yang perlu dimasukan dalam perubahan UU No. 15 tahun 2003.
Selain Undang-Undang yang kuat, Indonesia juga membutuhkan Undang-Undang yang
komprehensif.
Undang-Undang
hendaknya bisa mengatur ketentuan tentang pencegahan, namun dalam berbagai
kesempatan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme secara aktif telah
menyampaikan beberapa usulan terkait Perubahan UU NO. 15 Tahun 2003,"
ungkap Suhardi.
Beberapa usulan
BNPT juga sudah masuk dalam Draft Perubahan Undang-undang usulan pemerintah
yang sudah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). BNPT berharap
perubahan UU No.15 tahun 2003 dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu
lama lagi. (dade)
0 Comments