![]() |
Ilustrasi E-toll card yang digunakan warga. (Foto: Istimewa) |
NET - Penggunaan kartu
elektronik (E-toll Card) yang biasa digunakan masyarakat selaku konsumen saat
mengakses ruas jalan tol dinilai merugikan. Pasalnya, sejak diberlakukannya
sistem tersebut, konsumen secara tidak langsung dirugikan Rp 2,1 triliun atas
penggunaan E-toll Card selama ini.
PT. Jasa Marga
(Persero) sebagai pengelola E-Toll Card kemudian digugat oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indoensia (YLKI) Tangerang.
Gugatan dengan dasar
perbuatan melawan hukum telah memasuki sidang perdana dengan nomor perkara
341/Pdt.G/2016/PN.Tng. Selain PT Jasa Marga, sejumlah pihak yang dianggap
bertanggung jawab seperti PT Bank Mandiri (Tbk), PT. Jalan Tol Lingkar Luar
Jakarta, dan PT Marga Lingkar Jakarta, turut digugat.
Sekretaris YLKI Tangerang
Kapriyani mengatakan selama ini masyarakat yang menggunakan E-toll Card tak
menyadari bahwa setiap pembalian kartu prabayar senilai Rp 50 ribu, saldo yang
diterima hanya Rp 30 ribu. “Terdapat selisih Rp 20 ribu yang tidak jelas
diperuntukkan untuk apa,” tutur Kapriyani kepada wartawan, Kamis (2/6/2016).
Selain itu, saldo dari
kartu E-Toll disimpan di Bank Mandiri juga tanpa bunga. Padahal seharusnya
setiap saldo yang disimpan di bank manapun nasabah berhak atas bunga yang
diterimanya.
"Kami meminta
agar seluruh tergugat (PT Jasa Marga, PT Bank Mandiri, PT Jalan Tol Lingkar
Luar Jakarta, dan PT Marga Lingkar Jakarta) mengembalikan uang konsumen yang
diambil sejak periode tahun 2009-2015 yang estimasi nilainya mencapai Rp 2,1 triliun," ujarnya.
Menurut Kapriyani,
dasar pelanggaran atas pengelolaan sistem E-toll Card dan permasalahannya
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang No. 19 tahun 2004 tentang BUMN serta Undang-Undang No. 38 tahun
2004 tentang Jalan Tol.
Kebijakan PT Jasa
Marga dengan memberlakukan Gerbang Tol Otomatis (GTO), kata Kapriyani, merupakan
kebijakan yang diskriminatif. PasaLnya GTO hanya dapat diakses oleH pemilik
E-toll Card, sementara masyarakat yang tidak memiliki E-toll card tidak dapat
mengakses GTO tersebut. Apalagi, secara perlahan tetapi pasti, gerbang tol manual
terus dikurangi demi GTO.
"Pemberlakuan GTO
telah melanggar hak-hak konsumen pengguna jalan tol untuk diperlakukan secara
adil dalam subyek pelayanan jasa yang sama (jalan tol). Atau dengan kata lain,
konsumen jalan tol akan mendapatkan ‘perlakuan atau pelayanan khusus’ ketika
mengeluarkan uang lebih, dalam bentuk membeli e-toll card. Perbuatan ini jelas
melanggar UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen," jelasnya.
Kapriyani secara tegas
juga mengatakan, dalih PT Jasa Marga memberlakukan sistem GTO untuk mengurangi
kemacetan karena lamanya waktu transaksi di gerbang pintu tol hanyalah upaya
agar masyarakat mau menggunakan E-toll Card secara keseluruhan. Padahal tidak
ada korelasi jika masyarakat memiliki E-Tool Card kemacetan dapat teratasi.
Atas gugatan tersebut,
Humas PT Jasa Marga Juwarta ketika dikonfirmasi wartawan mengatakan pihaknya
telah mengetahui adanya gugatan yang dilayangkan YLKI atas kebijhakan PT Jasa
Marga memberlakukan sistem GTO dengan E-Toll Card-nya. Namun, pihaknya sebagai
regulator hanya berkewenangan mengatasi permasalahan di sekitaran Tangerang
raya saja.
"Kewenangannya
masuk pusat Mas, kami tidak ada kewenangan. Akan tetapi, kami sudah
memberitahukan pusat," ujar Juwarta, Kamis (2/6/2016).
Juwarta mengatakan pihaknya akan mengabarkan wartawan untuk
menindaklanjuti gugatan YLKI agar memberikan klarifikasi atau jumpa pers.
"Lembaga hukum pusat (PT Jasa
Marga) telah menyusun upaya klarifikasi," ujarnya. (*/ril)
0 Comments