![]() |
Firman Wijaya: belum serius manajemen rumah sakit. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Keluarga korban
ledakan di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Dr. Mintohardjo, Jakarta, menuntut
pertanggungjawaban rumah sakit atas insiden kebakaran yang terjadi di ruang Chamber
pada Senin, 14 Maret 2016 lalu.
Sejak peristiwa ledakan tersebut sampai dengan hari ini, pihak korban tidak mendapatkan perhatian dan pertanggungjawaban yang serius baik dari pihak manajemen RSAL Dr. Mintohardjo maupun dari Pimpinan RSAL Dr. Mintoharjo.
Sejak peristiwa ledakan tersebut sampai dengan hari ini, pihak korban tidak mendapatkan perhatian dan pertanggungjawaban yang serius baik dari pihak manajemen RSAL Dr. Mintohardjo maupun dari Pimpinan RSAL Dr. Mintoharjo.
"Peristiwa
ledakan yang terjadi pada, 14 Maret 2016 adalah murni kelalaian dari pihak
rumah sakit dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan dengan mengabaikan prosedur pengamanan terapi hiperbarik," ujar Firman Wijaya, SH, Selasa (17/5/2016), kepada
wartawan, di Kantor Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Firman yang bertindak
sebagai pengacara korban mengatakan kejadian tersebut berawal saat salah satu
korban (dr. Dimas Qadar Raditiyo) yang mengeluhkan dan menanyakan kepada suster
Winarti kenapa rangan chamber terasa panas, tidak seperti biasanya. Suster
Winarti pada saat itu mengabaikan keluhan dari dr. Dimas yang menganggap hal
tersebut hanya karena air conditions (AC)- nya kurang dingin.
Firman berharap tim
investigasi yang terdiri atas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama-sama dengan
Badan Pengawasan Rumah Sakit (BPRS) dan Ikatan Dokter Hiperbarik Indonesia
(IDHI) agar segera memberikan jawaban terkait perkembangan kasus ini terhadap
keluarga korban.
Firman mengatakan
kronologis peristiwa kebakaran ruang Chamber yang mengakibatkan empat orang
meninggal adalah Irjen Polisi Purnawiran Drs. H.R. Abubakar Nataprawira, SH, Ir. RM.
Edy Suwardi Suryaningrat, dan dr. Dimas Qadar Raditiyo, serta Dr. Sulistyo
(anggota DPD RI dan juga Ketua Umum PGRI).
"Pada saat itu
suster Winarti selaku operator ruang tabung chamber tidak melakukan upaya
penyelamatan terhadap keempat pasien yang ada di dalamnya, sehingga ketika
terjadi kebakaran para pasien tidak dapat diselamatkan," ujarnya.
Seharusnya pada
ruangan bertekanan tinggi, kata Friman, petugas rumah sakit sudah seharusnya
peka dan tidak boleh mengabaikan keadaan sekecil apapun apabila timbul keadaan
yang tidak wajar dan seharusnya tidak terjadi. Panas yang sempat dikeluhkan
oleh dr. Dimas diduga disebabkan oleh konduktor yang overheat yang memicu
terjadinya aliran arus pendek pada tempat hiperbarik, yang sebetulnya dapat
dicegah oleh operator mesin suster Winarti.
Firman menjelaskan
detik-detik setelah ledakan di dalam Chamber, semua petugas rumah sakit di
sekitar Chamber tidak mengupayakan evaluasi terhadap keempat orang pasien yang
ada di dalamnya. "Hal yang ironisnya, di sebelah ruang tabung chamber yang
terbakar terdapat ruang tabung chamber yang berkapasitas sepuluh orang,” ungkap
Firman.
Di ruang tersebut, kata Firman, pada saat
terjadinya kebakaran, kedelapan orang pasien yang berada di dalam ruang tabung
berkapasitas sepuluh orang tersebut dapat dikeluarkan dan berlari menyelamatkan
diri mereka.
Oleh karena itu, kata Firman, kejadian menjadi tanda tanya
besar keluarga korban. Namun, mengapa pasien-pasien di dalam ruang tabung chamber
berkapasitas sepuluh orang dapat dikeluarkan pada saat terjadi kebakaran, dan
sedangkan keempat pasien yang ada di sebelah tabung chamber tidak bisa
diselamatkan.
Peristiwa yang menimpa
empat korban di RSAL.Dr. Mintohardjo, yang merupakan rumah sakit Pemerintah,
maka sudah sepatutnya pihak RSAL.Dr.
Mintohardjo bertanggung jawab terhadap kasus ledakan yang mengakibatkan
kebakaran.
"Dari fakta-fakta
di atas, Tim Kuasa Hukum dari keluarga korban sangat kecewa terhadap tindakan
dari petugas rumah sakit yang tidak bertanggung jawab, karena tidak tanggap
mengevakuasai para korban sebelum terjadi hingga mengakibatkan kebakaran di
ruang tabung chamber berkapasitas empat orang," ucap Firman.
Akibat dari ledakan
tersebut empat pasien dalam ruang tabung chamber tidak dapat terselamatkan yang
menimbulkan korban meninggal.
Sementara itu, Hj. Tri
Murny, (istri Abubakar Nataprawira) mengungkapkan
pertanggungjawaban RSAL Dr.
Mintohardjo sangat lambat sehingga menjadi preseden buruk bagi seluruh rumah sakit
khususnya bagi rumah sakit Pemerintah.
Murny mengatakan seharusnya RSAL Dr. Mintohardjo sebagai rumah
sakit rujukan Pemerintah dapat memberikan contoh yang baik perihal pelaksanaan
pertanggungjawaban rumah sakit kelalaian yang mengakibatkan pasien meninggal
dunia.
“Dengan adanya fakta-fakta dan uraian singkat
tersebut, kami selaku kuasa hukum keluarga korban mendesak agar manajemen RS
Dr. Mintohardjo beserta pimpinanya dengan itikad baik segera melaksanakan
kewajibannya terhadap para keluarga korban ledakan," tutur Murny. (dade)
0 Comments