![]() |
Ilustrasi Alokasi Dana Desa. (Foto: Istimewa) |
NET – Guna untuk meningkatkan
potensi desa, pada 2016 ini, Pemerintah akan menggulirkan dana ke setiap desa
di tingkat nasional minimal sebesar Rp
630 juta. Dana tersebut, harus dapat
dimaksimalkan oleh para kepala desa guna kepentingan infrastruktur maupun fasilitas lain.
Demikian kata. Bambang
Widodo, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosila dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
(FISIP UI), saat menjadi pembicara di Seminar Nasional Dimensi Strategis
Pembaharuan UU No. 6 Tahun 2014, tentang Desa di Fakultas FISIP Universitas
Pramita Indonesia (UNPRI) Puspiptek Serpong, Kamis (28/4/2016)
Namun demikian, kata
Bambang, dengan digulirnya program uang tunai ke desa itu menimbulkan
kekhawatiran di kalangan para kepala
desa dan perangkatnya. Karena bila
mereka tidak dapat memanfaatkan dana tersebut dengan baik, akan berujung ke persoalan hukum atau penjara.
"Disinilah tugas
aparat untuk memberikan bimbingan hukum kepada para kepala desa. Bukan malah
menakut-nakuti," kata dia.
Karenanya, kata
Bambang, dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia No.6 tahun
2014, Pemerintah mencoba mengembalikan
"otonomi asli desa". Oleh karena itu, diperlukan juga peran aktif
dari Polri untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi pentingnya
sadar hukum, terutama penggunaan dana desa.
“Selain mendorong
kemandirian desa, dana desa juga membuka peluang penyelewengan, seperti
tindakan korupsi. Oleh karena itu, Polri diharapkan dapat lebih aktif dalam
upaya pencegahan dengan membantu sosialisasi, mengawasi, memonitor dan
menindaklanjuti tindakan korupsi terhadap penggunaan dana desa,” kata dia.
Adapun program
infrastruktur yang dibangun menggunakan dana sesa, katanya harus padat karya
dan melibatkan masyarakat setempat.
Begitupula dengan bahan bakunya, harus diambil dari desa termaksud, kecuali
memang tidak ada boleh dibeli dari luar.
Sementara itu,
pengamat publik, sosial dan politik, Temmy Setiawan mengimbau dalam melaksanakan
program tersebut Kepala Desa (kades) tidak perlu buru-buru mencairkan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana
Desa (DD), jika belum memahami aturannya. Mulai dari pencairan, penggunaan
hingga pertanggungjawabannya.
“Sekarang ini, Pemerintah
benar-benar membangun dari desa dan oleh desa. Dana di desa sangat besar, tapi
pelajari dulu aturannya. Jangan cairkan dulu uangnya kalau belum paham,” ucap
Temmy yang juga pengajar di Universitas Pramita Indonesia (UNPRI) itu.
Lebih jauh Temmy
menjelaskan apabila kades merasa belum mengerti aturan dari program tersebut,
lebih baik koordinasi dengan Pemda untuk diberikan bimtek singkat soal penggunaan dana ADD dan DD. Tujuannya supaya
tidak ada kesalahan dalam penggunaan dana tersebut. (man)
0 Comments