NET - Salah satu tugas partai politik adalah melakukan proses rekrutmen calon
pemimpin daerah yang tertuang dalam
pasal 29 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 atas perubahan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pertanyaannya
adalah bagaimana rasionalitas partai
politik (Parpol) dalam melaksanakan proses
rekrutmen dalam penentuan bakal calon kepala daerah yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut?
Pertanyaan
tersebut
dalam rangka memastikan partai politik dalam merekrut kandidat yang berkualitas yang sesuai dengan
harapan publik.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 11 ayat 1 UU RI No. 2 tahun 2011 menyebutkan bahwa partai politik berfungsi
sebgai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi
warga negara
yang sadar akan hak dan kewajiban dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yakni
sebagai penyerap, penghimpun,
dan penyalur aspirasi politik masyarakat.
Mengacu pada penyalur aspirasi
politik, sejatinya keberadaan partai politik dalam sebuah negara selain sebagai instrumen
negara juga sebagai instrumen untuk berkompetisi dalam merebut kekuasaan, dan
sudah barang tentu menjadi artikulator
dan agregator kepentingan publik.
Ada
beberapa parameter dalam memastikan rasionalitas politik dalam penentuan calon
kepala daerah: 1. Perubahan paradigma, partai
politik harus punya orientasi politik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan semata-mata proyeksi kekuasaan, mengejar prosentase berapa
yang menang
dalam Pilkada, berapa besar dana yang disetor. Makanya partai politik harus melepas dan mengubah paradigma tersebut untuk melihat
frame lebih luas dan tidak terjebak pada nilai pragmatisme yang akut, (asal menang) tanpa mengukur kualitas ke depannya terutama
untuk kepentingan publik.
2. Parpol harus menawarkan calon yang berkualitas dan berintegritas dan memiliki
kapabilitas, bukan mengejar kandidat yang punya popularitas dan modal semata, karenanya partai politik
pun pada posisi rekrutmen Pilkada harus disesuaikan dengan visi dan misi partai politik.
Dalam kasus banyak “partai politik penjilat” memang tidak aneh karena yang dikejar adalah
persentase kemenangan dari
partai politik, alhasil calon yang populer dan memiliki elektabilitasnya akan diusung/dukung.
Menyadari
hal tersebut
peran strategis partai politik harus bisa menjelaskan kepada konstituennya dalam penentuan tersebut. Jangan
sampai
kejadian partai politik mendukung calon tapi banyak pengurus atau kader partai politik yang bakar Kartu Tanda Anggota (KTA) partai politik, uniform dikembalikan, dan pengurus mengundurkan diri. Hal tersebut karena keinginan elite partai politik belum bergaris lurus dengan konstituennya.
Partai politik sejatinya tetap memprioritaskan kader yang potensial, bermutu, dan memiliki modal sosial yang baik dan dapat diterima oleh
publik. *
Penulis adalan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP), Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT).
0 Comments