![]() |
Plastik ramah lingkungan ditampilkan di hadapan wartawan. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET – Kantong plastik,
yang dituding sebagai salah satu penyebab kerusakan lingkungan dan
penanggulangan dibebankan kepada masyarakat, menimbulkan pro dan kontra. Badan
Teknologi Nuklir Nasional (BATAN) menawarkan penggunaan kantong plastik ramah
linkungan.
“Kami tawarkan untuk
penggunaan plastik ramah lingkungan,” ujar Kepala BATAN Djarot Sulistio
Wisnubroto di Kantor Pusat BATAN, Jakarta, Senin (7/3/2016).
Djarot menjelaskan teknologi
nuklir dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi penggunaan plastik
konvensional. Radiasi gamma dan berkas elektron dapat digunakan untuk membuat
bahan baku pembuatan plastik (bijih plastik) dari bahan kopolimer yang mudah
diurai (biodegradable) oleh alam dalam waktu yang sangat singkat.
Proses penyinaran
radiasi terhadap bahan plastik, kata Djarot, tidak akan mengakibatkan bahan yang disinari
menjadi radioaktif sehingga aman bagi penggunanya.
"Beberapa
keunggulan proses radiasi adalah prosesnya relatif sederhana, aman, bersih, dan
tidak menggunakan katalis kimia. Ikatan antara molekul bahan diradiasi
terbentuk ikatan kimia, sehingga produknya relatif kuat dan dapat mempercepat
produk plastik terurai oleh mikroba tanah hanya dalam waktu 2-6 bulan, "
ucap Djarot.
Sementara itu, kata
Djarot, sifat lainnya hampir sama dengan bahan plastik konvensional, yaitu
mudah dibentuk, mudah diwarnai, dan dapat digunakan bukan hanya dalam bentuk
kantong plastik, tetapi juga dapat digunakan untuk membuatan vas bunga, pot, produk
hiasan, piring, gelas, dan lainnya.
Djarot mengatakan nuklir untuk kesejahteraan, bahkan membantu
bagaimana mengatasi maslah lingkungan. "Namun, termasuk yang saat ini jadi
tren, menghindari penggunaan kantong plastik saat belanja. Produk teknologi
plastik ramah lingkungan dikembangkan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi
(PAIR) BATAN dengan menggunakan komposit limbah tapioka," tutur Djarot.
Oleh karena itu, kata
Djarot, prosesnya dimulai dengan membuat biji plastik dengan berbasis limbah
tapioka dan beberapa bahan polimer lainnya agar mudah terurai secara alami.
Selanjutnya bahan tersebut diproses menjadi kopolimer (membentuk senyawa dengan
ikatan kompleks) dengan menggunakan teknologi radiasi.
"Penyiaran
radiasi gamma memerlukan waktu sekitar 2-3 jam dengan dosis 10 kilo Gray (kGy).
Apabila tidak menggunakan radiasi, maka proses pembentukan kopolimer memerlukan
suhu sekitar 60 derajat celcius, yang berarti memerlukan energi listrik dalam
jumlah besar," ungkap Djarot. (dade)
0 Comments