![]() |
Vihara Boen Tek Bio: sehari sebelum Imlek. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET - Suasana tahun baru China yang biasa disebut dengan Imlek di Tangerang,
hanya terlihat riuh di klenteng-klenteng atau rumah warga keturunan Tionghoa.
Sedangkan di beberapa ruas jalan di daerah tersebut tampak lengang.
Berdasarkan pemantauan di klenteng Boen Tek
Bio di Pasar Lama dan Boen San Bio di Pasar Baru Kota Tangerang, masyarakat keturunan berdatangan ke
kleteng tersebut untuk melaksanakan
ibadah.
Mayoritas di antara mereka berharap
agar Imlek 2567 ini merupakan awal tahun yang lebih baik daripada sebelumnya.
"Berdasarkan Fengshui, tahun ini adalah tahun moyet api yang dipercaya
sebagai tahun penuh tantangan. Karenanya, kami lebih banyak berdoa agar di tahun ini lebih
baik dari sebelumnya," ujar Choa Plan Liem, 60, warga Jalan Pintu Air Timur Bouraq, Kota Tangerang,
Banten, Senin (8/2/2016).
Dan selepas melaksanakan ibadah di klenteng Boen
Tek Bio, Choa Plan Liem memilih pulang ke rumah
untuk berkumpul dengan anak, cucu, dan para keponakan. Kemudian mereka berziarah ke makam leluhurnya di
Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rawa
Kucing, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang.
Sekembali dari makam, Choa Plan Liem berserta lima keluarga anak dan keponakannya yang mayoritas mengenakan baju merah,
makan bersama dengan menu yang sangat sederhana, seperti ketupat, empek-empek,
siomay dan
aneka buah.
"Untuk Imlek ini, kami rayakan dengan
banyak berdoa dan penuh kesederhanaan," ungkap Choa Plan Liem.
Meski begitu, Choa Plan Liem dan anak-anaknya
masih menyempatkan diri untuk bagi-bagi
rezeki (angpau) kepada anak-anak di lingkungannya yang sudah menunggu di
depan rumah.
"Untuk bagi-bagi rezeki tetap kami
lakukan, terutama bagi mereka yang belum berkeluarga," tutur dia.
Selain memberikan angpau kepada mereka yang
datang ke rumah, Choa juga berkeliling di lingkungannya untuk membagi-bagikan
angpau yang berwarna merah kepada setiap anak yang ditemuinya.
Canda tawa antara keluarga Chao dan masyarakat
sekitarnyapun tampak akrab. Pasalnya, selama mereka tinggal di sana puluhan
tahun yang lalu, sudah seperti keluarga. "Saya lahir, besar dan tua di
sini, kehidupan kami sejak dulu berbaur dan
tidak ada masalah. Bahkan Lebaran Idul Fitri pun, kami juga datang ke rumah tetangga untuk
bermaaf-maafan. Dan di antara anak saya juga ada yang agama Islam dan ada pula yang Kristen. Pokoknya, keluarga demokrasilah," ujar a Chao dengan canda.
Berselang beberapa saat kemudian, anak, cucu
dan keponakan
Chao berpamitan. Ada yang pulang dan ada pula yang piknik ke daerah Bogor. "Ya mumpung
Imlek dan
libur, kami beserta suami dan anak akan ke Gunung Kapur di Bogor," ucap Mega, anak bungsu dari Chao.
Beda dengan Lie Chien, 40, warga Karawaci, Kota Tangerang, selepas
makan-makan bersama orang tua dan anak-anaknya, ia mengadakan open house.
Sehingga tidak sedikit dari kerabat, baik yang tinggal di dalam maupun luar
Tangerang datang ke rumahnya.
"Untuk Imlek ini, kami gak kemana-mana,
Dan hanya mengundang kerabat-kerabat dekat untuk makan bersama," kata dia.
Berdasarkan pemantauan di Klenteng Boen Tek
Bio yang merupakan vihara tertua di Tangerang dan Boen San Bio di Pasar Baru, warga keturunan Tionghoa yang disebut Cina
Benteng (Ciben) silih berganti untuk melakukan
ibadah. Lampion-lampion merah pun bergelantungan di
langit-langit klenteng. Lilin-lilin besar dinyalakan berjajar di halaman.
"Semua ini punya makna. Lampion yang bertuliskan bahasa China Sun
itu berarti angin dan hujan, Kuo Tai Min An (negeri makmur rakyat
sejahtera), Wan She Ru Yi, (semua urusan selesai sesuai dengan harapan) dan
masih banyak lainnya," kata Oey Thin Eng, juru bicara klenteng Boen Tek Bio.
Sedangkan mengenai warna merah, tambah dia,
maknanya adalah keberuntungan. Dan Lilin
yang berjajar itu, adalah simbol dari penerang kehidupan. "Jadi semua ini
bermakna. Semoga dikehidupan yang akan datang lebih baik dari sebelumnya," ucap Oey Thin Eng. (man)
0 Comments