![]() |
Oleh Teddy Gusnaidi
Ternyata begitu mudah
menebak jawaban kuasa hukum KPU Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan kuasa
hukum pasangan calon (Paslon) Walikota dan Wakil Walikota No.3, menjawab permohonan kami pada sidang lanjutan
gutan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, (Selasa,
13/1/2016).
Mereka hanya bermain
di ranah pasal 158 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No.8 Tahun 2015 terkait batas 2 persen
perhitungan suara, tanpa pernah berani menyentuh substansi dari permohonan.
Padahal jelas bahwa
soal permohonan hitungan hasil suara itu beda dengan perselisihan hasil
pemilihan. Pasal 156 dan pasal 157 ayat (1), (2), dan (3) jelas bicara
perselisihan hasil pemilihan. Sedangkan pasal 157 ayat (4) kebawah hingga pasal
158 bicara soal perhitungan suara. Itu sudah sangat jelas.
Dan memang dari awal
permohonan kami tidak bicara soal hitungan suara. Kenapa hal yang tidak
dimohonkan malah dijadikan jawaban?
Kuasa hukum pihak terkait
Paslon No.3 sedikit mencoba untuk masuk dalam substansi, mungkin agar terlihat
berani. Namun sayangnya karena
dipaksakan jawaban mereka malah menunjukkan ketidakmampuan mematahkan
bukti-bukti kami.
Padahal jelas di
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 7
menyatakan Kampanye Pemilihan, selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan
menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon DAN/ATAU informasi lainnya,
yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan Pemilih. Jadi sebenarnya yang tidak mengerti itu
siapa? Mereka coba paksakan sesuatu yang tidak mampu mereka bantah agar
terlihat berisi.
Lalu ada lagi dari
Kuasa hukum termohon mengatakan bahwa tidak ada kaitannya soal Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan KPU Tangsel. Hal ini sangat
disayangkan, apakah pada sidang pertama tidak dengar penjelasan kami? Soal APBD itu sudah kami jelaskan dengan
bukti-bukti penggunaan dana APBD untuk kampanye.
Juga soal dana bantuan
social (Bansos) dari APBD kami sudah
jelaskan pelanggaran dari UU dan peraturan pendukung lain terkait penerimaan
bantuan. Jadi kalau dibilang bukan domain KPU Tangsel, maka kami sarankan untuk
kembali membaca UU Pilkada dan PKPU 7, agar tidak gagal paham.
Kalau bahas dana APBD
memang bukan domain KPU. Tapi kalau APBD dipakai pada masa kampanye oleh
petahana untuk kampanye maka itu jelas domain KPU dan Panitai Pengawas (Panwas).
Kuasa hukum KPU Tangsel
bilang tidak ada laporan ke mereka. Maka sekali lagi kami katakan baca aturan
mainnya. Karena alur laporannya ke Panwas terlebih dahulu nanti direkomendasi
ke KPU Tangsel. Masalahnya laporan kami di Panwas dan Badan Pengaas Pemilu (Bawaslu)
RI tidak pernah diselesaikan hingga detik ini.
Kuasa hukum KPU harus
baca message yang kami bacakan pada persidangan awal bahwa yang dipermasalahkan
adalah soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang digelembungkan dan surat suara dari
data yang digelembungkan sudah dibagikan. Jadi bukan lagi proses Daftar Pemilih
Sementara (DPS) ke DPT. Mungkin kurang fokus mendengar saat itu.
Jelas terlihat bahwa
jawaban ini dibuat dengan tingkat pemahaman terhadap aturan main yang kurang
dan tingkat pemahaman terhadap permohonan kami kurang. Sehingga menghasilkan
jawaban yang seperti ini. *
Penulis adalah Tim Kampanye Bidang Hukum Dr. Ikhsan
Modjo - Li Claudia Chandra, Calon Walikota - Wakil Walikota Tangerang Selatan
Nomor urut 1.
0 Comments