![]() |
Hermanto Dardak dan pengurus PII: kurang minat pemuda. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET – Bisa jadi ini
suatu yang memprihatinkan meski dari segi jumlah penduduk dan jumlah perguruan
tinggi, Indonesia jauh lebih banyak. Namun, apa daya Indonesia masih kekurangan
tenaga ahli.
Ketua Umum Persatuan
Insinyur Indonesia (PII) Hermanto Dardak mengatakan Indonesia masih kekurangan
banyak tenaga ahli yang dapat bersaing pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA
, sesuai dengan kesepakatan negara yang tergabung dalam ASEAN, akan dimulai
pada awal 2016 atau esok hari.
Masih kurangnya tenaga
ahli seperti insinyur asli Indonesia disebut masih menjadi salah satu kendala.
Sampai saat ini jumlah calon insinyur sekira 750 ribu orang, dari total
perkiraan tersebut tidak semuanya memiliki sertifikat. "Jika
dikalkulasikan dari hampir 1 juta orang, hanya sekira 3.000 orang yang menjadi
insinyur," ujar Hermanto kepada wartawan, Kamis (31/12), di saat Rapat
Koordinasi & Refleksi Akhir Tahun 2015, di Hotel Mahakam Lantai 2, Jalan
Mahakam, Bulungan, Jakarta Selatan.
Hermanto menjelaskan
kalau dibilang kekurangan insinyur, itu jelas. Itu masih kecil jika
dibandingkan negara lain di ASEAN yang rata-rata di atas 4.000 orang. Masih
kurangnya insinyur di Indonesia memang karena generasi muda bangsa yang kurang
meminati sektor tersebut.
"Oleh karena itu,
dari 750 ribu calon insinyur hanya
sekira 15 persen jika dibandingkan dengan minat-minat generasi muda di negara ASEAN
lainnya. Korea Selatan masih sekitar 33
persen, Malaysia 24 persen, Vietnam 25 persen, dan China sebesar 38
persen," ujarnya.
PII ke depannya akan
memberikan kemudahan bagi para calon insinyur dan begitu pun pada proses
sertifikasinya. "Pasalnya, total insinyur yang dimiliki oleh Indonesia
hanya sekira 10 ribu orang. Kita akan dokumentasikan setiap ada mega proyek
yang dibuat. Kita akan kenalkan kepda siswa SSD, SMP, SMA agar mereka bisa tau
peluang dan daya tariknya," ungkap Hermanto.
Sementara itu, dalam
analisis yang dilakukan, permintaan yang rendah disebabkan antara lain oleh
apresiasi yang rendah sehingga banyak sarjana teknik beralih ke kegiatan non-teknik.
Apresiasi yang rendah terjadi karena industry tidak cukup memberi ruang
tantangan pada para insinyur. (dade)
0 Comments