![]() |
Prof. Dr. Mahsun saat membedah bukunya. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Politik kebahasaan dalam konteks keindonesian
dimaknai sebagai kebijakan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan
ketentuan yang dapat digunakan sebagai dasar bagi pengelolahan keseluruhan
masalah kebahasaan dalam rangka kehidupan berkeindonesiaan.
Kepala Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof.
Dr Mahsun, MS, mengatakan konsep kebahasaan mencakupi bahasa dan segala bentuk
ekspresi yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya, seperti kegiatan bersastra.
"Buku ini
sebenarnya berisi tentang, kegalauan saya sebagai ahli bahasa yang semula
menganggap bahasa adalah keseharian seperti biasa," ujar Mahsun, Selasa
(22/12) malam, saat peluncuran buku "Indonesia Dalam Perspektif Politik
Kebahasaan", di Escape Cafe, Jalan Darmawangsa Raya No. 42, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan.
Sementara itu,
faktanya bahasa yang mampu memperlihatkan keberagaman bahasa di Indonesia,
dengan sangat tegas fakta bahasa mampu mempersatu Bhineka Tunggal Ika. Jika
berbicara negara bangsa, maka tidak dapat dilepaskan dari membicarakan
unsur-unsur yang dapat mengikat komunitas yang membentuk negara bangsa itu
menjadi satu kesatuan.
Mahsun menjelaskan
dengan kata lain, pembicaraan tentang negara bangsa, tidak dapat dilepaskan
dari mempersoalkan elemen pembentukan nasionalisme negara bangsa tersebut.
"Dengan demikian, saya mengemukakan terdapat tiga elemen dasar pembentukan
nasionalisme suatu negara bangsa, yaitu ras/suku bangsa, agama dan
bahasa," ujarnya.
Oleh karena itu, suku
bangsa yang berpencar-pencar yang mendiami pulau yang tujuh belas ribu tersebut
diyakini mampu direkatkan dengan sebuah bahasa persatuan, yaitu bahasa
Indonesia. Artinya, bahasa menjadi benang pengikat dalam membangun nasionalisme
Indonesia.
Catatan lain Mahsun, yang
tidak kalah pentingnya dalam buku ini adalah membahas mengenai dihapusnya
kewajiban memiliki kemampuan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing yang
bekerja di Indonesia.
"Padahal cukup
banyak contoh negara yang menerapkan persyaratan kemampuan berbahasa bagi
tenaga kerja asing yang hendak menjadi tenaga kerja di negara tersebut,” tutur
Mahsun.
Namun, dalam
pengalaman Indonesia ketika gerakan memperkaya daya ungkap bahasa Indonesia
sehingga mampu menjadi bahasa modern yang sejajar dengan bahasa dunia lainnya. “Para
perekayasa bahasa melalui institusi kebahasaan pada kisaran tahun 1970-an-tahun
1988, banyak menyerap kosakata bahasa Jawa dan muncullah kritikan yang cukup
pedas," ungkap Mahsun. (dade)
0 Comments