Alex Dharma Balen: peraturan sudah jelas. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Pemerintah harus
memproteksi perusahaan jasa rancang bangun di Indonesia. Ini merupakan bagian
dari misinya Pemerintah untuk
memajukan bagian dari salah
satu TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri-red) adalah jasa dalam negeri.
“Terkait perlindungan
EPC (Engineering, Procurement, and Construction
atau Teknik, Pengadaan, dan Konstruksi-red) dalam negeri dibidang
kelistrikan. Peraturannya sudah sangat
jelas yakni EPC luar harus melakukan kerjasama
dengan EPC lokal,” ujar Direktur Engin EPC Energy & Industrial
Infrastructure PT Rekayasa Industri dan EPC Division Head Asosiasi Boiler dan
Turbin Indonesia (IBTA) Alex Dharma Balen kepada wartawan di Jakarta, Jumat
(6/11/2015).
Alex Dharma Balen menjelaskan
dalam dokumen tender selalu dipersyaratkan perusahaan luar negeri
yang akan ikut tender EPC harus bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri
maupun perusahaan nasional. Itu bukan hanya di beberapa tender proyek PLN (Perusahaan Listrik
Negara-red) saja, tetapi proyek SKK (Satuan pelaksana Kerja Khusus-red) Migas
juga sudah diberlakukan hal yang sama.
“Ini sesuatu yang baik
yang menunjukan apirmatifnya dari
kebijakan Pemerintah yang mendukung industri jasa dalam negeri,"
ujar Alex.
Oleh karena itu, kata
Alex, pihaknya berharap hal tersebut diterapkan dalam industri boiler. Salah
satunya dalam konteks TKDN-nya produk dalam negeri yaitu barang dan material harus ada
keberpihakan seperti itu. Pabrikan Boiler Asing tidak semua dapat dipabrikasi di Indonesia,
tapi paling tidak sudah bekerjasama dengan beberapa pabrikan lokal yang ada. Ini akan bisa membantu mengembangkan industri boiler seutuhnya di Indonesia.
Alex mengungkapkan
tentunya harus mengikuti tercapainya
kualitas, kompetitif, dan delivery-nya. Namun tantangannya investasi, karena kalau terlambat akan
bermasalah jadinya.
"Kemampuan
engineering lokal sebenarnya hanya butuh
lisensi. Lisensi teknologi itu kalau di luar negeri sudah banyak yang absolute, bisa saja diambil oleh pabrikan turbin atau
boiler yang ada di Indonesia. Namun
tantangan yang pertama itu investasi, kedua kontinyu suplai atau
permintaan," ungkap Alex.
Menurut Alex, mereka
berharap kalau bangun investasi akan kembali. Di sisi lain tentunya perlu
dibantu dari pendanaan dengan interest murah supaya keekonomiannya akan
lebih kompetitif. Untuk mega proyek 35
GW saat ini Rekayasa Industri sedang
dalam perkembangan untuk proyek EPC-nya PT PLN. Pengembangan investasi juga
terus dilakukan dengan membangun IPP (layanan berbasis web yang aman dan lebih
efisien-red) milik sendiri di Sulawesi, yaitu PLTU (Pembangkit LIstrik Tenaga
Uap-red) Mamuju 2 x 25 MW yang sedang dalam proses pembangunan dan diharapkan pada 2016 sudah COD (Cash On
Delivery-red).
“Ke depan Rekind akan
membangun proyek IPP lebih banyak lagi karena diperbolehkan secara peraturan
oleh Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral-re). Di mana bisa membangun
pembangkit dengan dilakukan penunjukan
secara langsung untuk proyek ekspansi,” tutur Alex Dharma.
Rekind saat ini
mengelola beberapa unit bisnis, yaitu
ada sektor petrokimia, Oil & Gas
baik itu yang di on shore maupun of shore termasuk juga proyek pembangkit
listrik yakni Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP), maupun Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) dan sedang mencoba masuk ke smelter.
“Untuk smelter saat
ini sedang dilakukan re-tender, Rekind berharap dapat melaksanakan proyek
Smelter Antam ini pada 2016. Namun,
terkait dengan PLTU, Geothermal sekarang sedang berjalan adalah PLTP Ulubelu 3 dan 4 di Lampung dan PLTP Lahendong 5 dan 6 di
Sulawesi Utara sedang in progress,” ucap
Alex, Jumat (6/11/2015), pada pres riliis, Sosialisai Indonesia Boiler & Turbine
Association di Kementerian Perindustrian.
Sementara itu, untuk prospek proyek ke depan, Rekind sedang in
progress dengan IPP Supreme energy membangun PLTP Muara Laboh. Tahun depan
diharapkan mulai berjalan dan tentunya menggarap proyek dari Pertamina Geothermal masih yang akan ditenderkan tahun ini maupun tahun
depan. (dade)
0 Comments