Ade Irawan (tangan terangkat), Agus Condro, dan Ananta Wahana. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET – Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan
menilai warga Kota Tangerang (Tangsel) tidak perlu lagi mengadakan diskusi
tentang dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan pejabat di lingkungan
Pemerintahan Kota Tangsel.
“Sekarang ini bukan
diskusi lagi tapi yang diperlukan memaksa kejaksaan dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk memproses kasus korupsi di Kota Tangsel agar tuntas,” ujar
Ade Irawan pada acara diskusi “Korupsi = Kejahatan Luar Biasa” yang
diselenggarakan Forum Semar, di Serpong, Kota Tangsel, Jumat (27/11/2015).
Ade Irawan menyebutkan
dalam kasus korupsi Kota Tangsel adalah miniatur dari Provinsi Banten. Pola
korupsi yang dilakukan di Provinsi Banten sama dengan yang dilakukan di Kota
Tangsel dan sumber dana yang dikorupsi adalah dana APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
“Uang yang dikorupsi
dari APBD dan APBN sekitar 50 persen tersebut dari belanja barang untuk pengadaan dan jasa,” ungkap Ade Irawan.
Ade Irawan mengaku ICW
sudah melakukan penelitian sejumlah instansi terhadap PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) atau ketua
lelang itu kasihan. Oleh karena terpaksa melakukan sesuatu atas perintah
atasan. “Atasan PPK tersebut adalah kepala dinas. Nah, apakah kepala dinas
tersebut berani melakukan hal tersebut tanpa sepengetahuan kepala daerah. Tentu
hal itu tidak mungkin,” ucap Ade Irawan.
Kaitan dengan Kota
Tangsel yang saat ini menyelenggarakan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada), kata Ade, dana APBD akan meningkat untuk bantuan sosial
(Bansos) atau hibah. Penganggaran Bansos dan dana hibah meningkat untuk
mempertahankan popularitas petahana. “Bansos tersebut diberikan kepada lembaga untuk mendapat dukungan agar memenangkan
Pilkada,” tutur Ade.
Menurut Ade, Bansos
dan dana hibah tersebut agar banyak lembaga yang mendapatkannha dipecah kecil-kecil.
Bansos dan dana hibah tersebut seolah-olah adalah pemberian kepala daerah meski
sudah jelas dana tersebut bersumber dari APBD.
Bukan itu saja, kata
Ade, agar banyak pihak mendapat Bansos dan dana hibah tersebut adakalanya
dibuat fiktif. Nama lembaganya ada tapi alamat fiktif atau lembaga fiktirf begitu
juga alamatnya.
“Yang pasti penyaluran
Bansos dan dana hibah tersebut ada kaitannya dengan Pilkada,” tandas Ade.
Selain Ade Irawan,
nara sumber lainnya Agus Condro dan Ananta Wahana. (ril)
0 Comments