![]() |
Ibnu Jandi dan Mahdi Adhiyansyah: Ahok standar ganda. (Foto: Istimewa) |
NET – Warga Kota
Tangerang menilai Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang paling kejam dibandingkan
gubernur sebelumnya, karena menggusur warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, dengan cara-cara kekerasan dan
menimbulkan korban.
“Saya menilai Ahok
adalah gubernur yang paling kejam,” ujar Ibnu Jandi, warga Kota Tangerang,
kepada TangerangNET.Com, Sabtu (22/8/2015).
Penilaian tersebut
disampaikan Ibnu Jandi sehubungan dengan sikap Ahok ketika menjadi anggota
Komisi II DPR RI bertindak arogan. Pada April 2010, saat Wahidin Halim jadi Walikota
Tangerang menata kawasan Kelurahan
Mekarsari, Kecamatan Neglasari, sejumlah warga tergusur.
Warga lantas
melaporkan Walikota Tangerang Wahidin ke DPR RI dan laporan tersebut direspon
oleh Komisi II DPR RI. Saat berdialog antara warga dan Walikota serta DPR RI, Ahok
memaki-maki Wahidin.
“Ahok tentu ingat,
saat saya menjadi Walikota Tangerang dan dia menjadi anggota DPR RI di Komisi
II pernah menuding dan memaki maki saya sebagai pemimpin yang dzolim dan tidak
punya hati nurani, hanya karena Pemkot Tangerang melakukan penataan dan
penertiban bantaran Sungai Cisadane untuk Jalan Inpeksi,” ujar Wahidin yang
menjadi Walikota Tangerang periode 2003-2008 dan 2008-2013. (TangerangNET.Com,
21/8/2015).
Ibnu Jandi menilai
Ahok tidak manusiawi dalam pelaksanaan penggusuran warga Kampung Pulo. “Ahok
terkesan berstandar ganda. Kini Ahok seperti menepuk air di dulang yakni mencaci maki kepala daerah
dalam menata wilayah tapi kita dia melakukan lebih kejam dibandingkan apa yang
dilakukan oleh Wahidin,” ungkap Jandi yang
juga Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Kajian Publik (LKP).
Menurut Jandi, atas
tindakan Ahok menggusur warga Kampung Pulo tidak manusiawi , DPR RI dan DPRD
DKI Jakarta perlu memanggil Gubernur DKI Jakarta itu. “Saat DPR RI dan DPR DKI
memanggil Ahok tidak perlu marah-marah, cukup minta pertanggungjawabannya saja,”
harap Jandi.
Jandi mengatakan Ahok
dalam penggusuran warga Kampung Pulo lebih mengedepankan kekuasaan ketimbang
melakukan pendekatan yang manusiawi. Bila dibandingkan dengan ketika Sutiyoso
menjadi Gubernur DKI Jakarta membebaskan tanah ribuan hektar dan ribuan rumah
untuk Banji Kanal Timur (BKT).
“Pembebasan lahan
untuk Banjir Kanal Timur yang jumlah lahan dan jumlah warga tergusur jauh lebih besar, tapi tidak
terdengar ada korban jatuh,” ucap Jandi.
Senada dengan Ibnu Jandi,
warga Kota Tangerang lainnya Mahdi Adhiyansyah menilai Ahok tidak manusiawi. Dia
mengatakan penggusuran di Kampung Pulo dengan Mekarsari, Kecamatan Negalasari
juah berbeda. Di Kampung Pulo sebagian memiliki sertifikat tanah sementara di
Mekarsari sama sekali tidak punya sertfikat dan menempati bantaran Sungai Cisadane.
“Ahok berkaca dirilah
jangan terlalu mudah mengeluarkan kata kotor dengan cara memaki orang. Wahidin jauh
lebih santun dalam berbahasa dan beradab,” ucap Mahdi yang juga anggota Partai
Demokrat Kota Tangerang.
Menurut Mahdi, kalau
ketika itu Wahidin dituding menghilang etnis Cina di Mekarsari, bagaimana
sekarang dibalik, Ahok menghilangkan etnis Betawi dari Kampung Pulo. “Jangan
ketika Ahok jadi anggota Komisi II DPR RI menuduh orang sembarangan,” pinta Mahdi.
Mahdi mengatakan
sering sekali Ahok mengeluarkan
kata-kata “goblok” kepada orang lain adalah bagian dari sifat penjajah Belanda
yang selalu merendah bangsa Indonesia, sebagai inlander.
“Demi menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa, sebaiknya Ahok tidak lagi menggunakan kata
tersebut. Inlander bisa juga diartikan sama dengan anjing. Ini bisa menimbulkan
persoalan baru pada kemudian hari kalau Ahok tidak mengubah prilaku,” tutur
Mahi mengingatkan. (ril)
0 Comments