Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Istri Charlie Chandra Pun Ungkapkan Isi Hatinya, Setelah Tanah Jusuf Kalla Digoyang Mafia Tanah

Ny. Elice berpelukan dengan Charlie Chandra 
seusai sidang di Pengadilan Negeri (PN) 
Tangerang beberapa waktu lalu. 
(Foto: Dokumentasi TangerangNet.Com) 



 Oleh: Elice Charlie Chandara


BENAR kata Bapak Jusuf Kalla,


“Sudah pada sinting pejabat BPN dan para mafia tanah, bermain dengan aparat penegak hukum di Republik ini.”


Dan di proyek Pantai Indah Kapuk (PIK)-2, hal seperti itu terjadi secara masif.


Charlie Chandra dirampas tanah warisannya, difitnah sebagai mafia tanah, dan dipenjara. Padahal keluarganya pemilik sah tanah itu sejak tahun 1988 atas nama ayahnya, Sumita Chandra. Selama puluhan tahun mereka rutin membayar pajak bumi, bangunan, dan pajak waris.


Sejak tahun 2013, pengelola empang keluarga dan warga sekitar diusir oleh preman, lalu tanah tersebut dikuasai oleh PIK-2, meski keluarga Charlie menolak menjual dan memiliki sertifikat sah. Selama lebih dari satu dekade (2013–2024), PIK-2 menguasai tanah bersertifikat atas nama ayah Charlie, sementara yang terus membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) justru keluarga Charlie sendiri.


Dalam berbagai perkara di pengadilan, baik Perdata maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hakim telah menyatakan bahwa ayah Charlie adalah pemilik sah dan pembeli yang beritikad baik.


Karena PIK-2 tidak bisa menggugat secara perdata, Charlie dikriminalisasi saat mengajukan balik nama waris atas nama ayahnya sendiri. Yang ironis, PIK-2 yang menduduki tanahnya malah yang melaporkan Charlie ke polisi.


Dari situ, Charlie divonis 4 tahun penjara, hanya karena memberikan surat kuasa kepada notaris untuk mengurus balik nama warisan ayahnya, sementara tanah keluarganya sejak 2015 justru telah diperjualbelikan oleh PIK-2 kepada konsumen, di atas tanah yang sertifikat resminya masih atas nama ayah Charlie.


Bukannya memproses balik nama warisan, enam bulan kemudian, Badan Pertanahan Nasiona (BPN) malah menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Mandiri Bangun Makmur (MBM-PIK2) di atas tanah ayah Charlie. Padahal belum ada satu pun putusan pengadilan atau PTUN yang membatalkan Akta Jual Beli (AJB) atau Sertpikat Hak Milik (SHM) No. 5/Lemo masih atas nama ayah Charlie.


Meski pada tingkat banding hukumannya diturunkan menjadi 1 tahun, putusan ini tetap tidak masuk akal. Yang punya sertifikat dipenjara, yang menyerobot tanah justru dilindungi.


Jika pemegang sertifikat sah seperti Charlie bisa dikriminalisasi hanya karena mengurus balik nama warisan, maka seluruh pemilik tanah di Indonesia tidak lagi memiliki kepastian hukum.


Kalau seorang Jusuf Kalla saja bisa menjadi target mafia tanah, bagaimana nasib orang kecil seperti Charlie dan warga lainnya di Provinsi Banten?


Oleh karena itu, Mahkamah Agung (MA) sebagai benteng terakhir keadilan harus memandang perkara ini bukan sekadar kasus Charlie Chandra, melainkan sebagai ancaman serius terhadap sistem hukum nasional. 


Mahkamah Agung diharapkan memutus dengan kebijaksanaan, kearifan, pertimbangan hati nurani dan mempertimbangkan dampak sistemik yang ditimbulkan terhadap kepastian hukum hak atas tanah seluruh warga negara.


Jangan biarkan hukum dipakai PIK-2 untuk merampas tanah rakyat. Keadilan seharusnya melindungi yang benar, bukan yang kaya. (***)


Post a Comment

0 Comments