![]() |
| Lilik Haryadi ketika menyampaikan paparan tentang penegakkan hukum. (Foto: Syafril Elain/TangerangNet.Com) |
Hal tersebut disampaikan oleh Lilik Haryadi, SH, MH, Kasubid
Hubungan Antar Lembaga Pemerintah Kejaksaan Agung RI pada diskusi nasional
bertajuk “Danantara: Solusi Investasi Daerah dan Strategi Menghadapi Badai
Global” yang diselenggarakan oleh Forum Pimred Multi Media Indonesia (FPRMI) di
Hotel Aston, Kota Serang, Jumat (18/7/2025).
Acara yang dipandu oleh Arlista Hadhi Putri dengan
menampilan narasumber Lilik Haryadi, Asep Abdullah Busro – akademisi Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Kota Serang, dan Adib Miftahul – Pengamat Politik
dan Kebijaksan Publik.
Lilik mengungkapkan Danantara yang menghimpun potensi dana
ratusan triliun rupiah dari asset Badan Usaha Milik Negara (BUMN), memiliki
risiko besar jika tidak dikawal secara serius.
“Kami di Kejaksaan melihat pentingnya penguatan pengawasan.
Kalau dulu banyak anak perusahaan BUMN jadi ladang penyimpangan, maka Danantara
jangan sampai jadi skema baru yang membuka ruang fraud,” tutur Lilik.
Lilik menyebutkan Kejaksaan kini tidak hanya fokus pada
penindakan, tetapi juga terlibat aktif dalam Tim Keamanan Investasi Nasional
untuk menciptakan iklim investasi yang sehat dan memiliki kepastian hukum.
“Kami tidak hanya bertugas memenjarakan. Tapi juga
memastikan investasi berjalan dengan transparan, terpercaya, dan memberikan
rasa aman bagi investor, termasuk lewat pendampingan hukum,” ucapnya.
Menurut Lilik, pendekatan hukum yang tidak transparan atau
lambat selama ini menjadi faktor penghambat masuknya investor asing.
Keberadaan Danantara harus menjadi momentum memperbaiki tata
kelola, bukan malah menambah daftar skandal keuangan negara.
“Kami juga punya program Jaga Desa dan Jaga Keuangan Negara,
yang mendampingi pengelolaan anggaran dan aset daerah. Ini agar uang rakyat
benar-benar digunakan untuk pembangunan,” ujarnya.
Namun, Lilik juga memberi catatan penting terhadap aspek
regulasi.
Lilik menyoroti Undang-Undang terbaru memisahkan Danantara
dari sistem pengawasan keuangan negara, sehingga dikhawatirkan bisa menghambat
akses penegak hukum jika terjadi pelanggaran.
“Kalau skemanya tertutup, kami tidak bisa masuk. Ini yang
harus jadi perhatian bersama. Media juga harus ikut mengawal agar dana
Danantara tidak menjadi bom waktu,” ujarnya.
Lilik mengajak semua pihak—baik pemerintah daerah, media,
hingga masyarakat sipil—untuk bersama-sama memastikan dana Danantara
benar-benar menjadi solusi investasi daerah yang kredibel, transparan, dan
berpihak pada rakyat. (*/pur)




0 Comments