![]() |
Ilustrasi, plang PT Kukuh Mandiri Lestasi yang didukung APDESI Kabupaten Tangerang untuk pembebasan tanah warga. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi Said Didu) |
SABTU (25/1/2025), penulis melakukan perjalanan menuju Desa Munjung, Kronjo yang terdapat Sungai Kalimalang yang ditimbun proyek Pantai Indah Kapuk (PIK)-2. Kendaraan penulis (kami-red) kebablasan, ke luar jalur Map menuju kediaman pemandu yang akan mengantarkan penulis lokasi Sungai Kalimalang, Desa Munjung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. Sungai selebar 20 meter ini, telah diurug sepanjang 3 kilometer (Km).
Semestinya, pada pertigaan patung Ikan Bandeng & Udang,
penulis belok kanan. Kendaraan penulis keterusan, belok kekiri. Lalu, penulis
mencari arah putar balik.
Ada sebuah bangunan kantor dengan halaman parkir yang luas.
Penulis memutar kendaraan di halaman kantor tersebut. Akan tetapi tidak
dinyana....
Bangunan kantor tersebut, terpampang tulisan besar dengan
redaksi 'KANTOR PEMBEBASAN PROYEK PT KUKUH MANDIRI LESTARI, DIDUKUNG APDESI
KABUPATEN TANGERANG'. Sebuah bangunan kantor, yang mengkonfirmasi keterkaitan
APDESI (Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia) dengan pembebasan lahan
proyek PIK-2 yang dikerjakan oleh PT Kukuh Mandiri Lestari.
Segera saja, penulis mengambil foto dengan latar kantor
tersebut. Sebuah kantor, yang menjadi bukti peran APDESI dalam proses perampasan
tanah rakyat Banten.
Saat ramai video Muhammad Said Didu yang mengkritisi Proyek
Strategis Nasional (PSN) PIK-2, sejumlah pengurus APDESI dan kepala desa di
Kabupaten Tangerang, mengklaim tidak ada kaitannya dengan proyek PIK-2. Surta
Wijaya (Ketua Umum) dan Maskota (Ketua APDESI Kabupaten Tangerang) juga
mengungkapkan hal serupa.
Bahkan, saat melaporkan Said Didu ke Polisi, sejumlah Kepala
Desa di Kabupaten Tangerang mengklaim laporan itu tidak ada kaitannya dengan
proyek PIK-2. Namun, foto Kantor pembebasan lahan proyek PIK-2 ini membuktikan
hal berbeda.
Saat kami Wawancara 4 Warga Desa Munjung (2 petambak, 1
petani dan 1 mahasiswa), mereka juga menegaskan hal serupa. Yakni, keterlibatan
aparat desa dalam proses perampasan tanah mereka (video wawancara sedang proses
editing).
Sawah yang siap panen, langsung diurug tanpa menunggu proses
memanen. Saat pemilik sawah kebingungan, mencari tahu dan mengadu kepada Kepala
Desa, ternyata Kepala Desa menjadi perwakilan PIK-2 menyatakan tanahnya sudah
dijadikan proyek PIK-2 dan hanya memberikan pengganti harga Rp 50 ribu per meter. Tak ada pilihan, selain
menerima harga yang dipatok itu, dan sampai kini juga belum lunas. Padahal, Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP) sudah Rp 141 ribu per meter. Harga pasaran, setidaknya
2 hingga 3 kali NJOP, sehingga tanah tersebut semestinya harganya Rp 300-500
ribu per meter.
Seorang perambak yang bertahan, tidak mau menjual tambaknya
dengan harga Rp 50 ribu per meter di kerjai. Sungai Kalimalang, yang menjadi
sumber air tambak DITIMBUN. Tanah tambak menjadi mati, padahal sekali panen
bisa hingga Rp70 juta. Setahun, bisa 3 kali panen, sehingga tambaknya menghasilkan
Rp 210 juta per tahun.
Sungai Kalimalang, di Desa Munjung, Kronjo merupakan sungai
alami yang menjadi sumber penghidupan warga setempat, untuk kebutuhan irigasi
dan tambak. Sungai selebar 20 meter ini, telah diurug (ditimbun) oleh
pengembang hingga 3 Km. Sungai ini bukanlah sungai buatan, seperti Sungai
Kalimalang di Kota Bekasi.
"Pak, kami kalau boleh memilih, lebih baik tanah kami
seluas 6.000 meter persegi dikembalikan menjadi sawah. Kami siap mengembalikan
uang DP (down payment-red) yang diberikan pengembang," ungkap warga korban
perampasan tanah, saat diwawancarai.
Transaksi perampasan tanah, umumnya dilakukan dengan Kepala
Desa melalui calo dan sejumlah preman. Tidak ada transaksi langsung dengan
PIK-2 atau PT Kukuh Mandiri Lestari. Aguan dan Anthony Salim pemilik proyek
PIK-2, sengaja membersihkan diri dari praktik perampasan tanah, dengan
memperalat aparat desa. Sehingga, warga desa dihadap hadapkan dengan Kepala
Desa.
APDESI melalui sejumlah Kepala Desa, menjadi aktor lapangan
dalam proses perampasan tanah rakyat. Jadi, pemerintah jangan hanya fokus pada
pagar laut yang merampas laut kita. Pemerintah juga harus menolong rakyat, yang
tanahnya didarat menjadi korban kerakusan PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim.
Seluruh Kepala Desa di Kabupaten Tangerang, yang menjadi
wilayah proyek PIK-2 harus diperiksa. Mereka semua, telah menjalankan peran
'Londo Ireng', berbuat zalim kepada rakyatnya sendiri dan menjadi pelayan
Oligarki PIK-2. (***)
Penulis adalah Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan
Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR.
0 Comments