![]() |
Ilustrasi, tentang mafia tanah. (Foto: Istimewa) |
Ditetapkan tersangka, salah satu tersangka berinisial HS pun
mengajukan prapradilan melalui kuasa hukumnya.
Namun, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, pada Selasa 23
Januari 2024, melalui hakim tunggal Baseline Sihombing, menolak praperadilan
para tersangka itu.
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho
mengungkapkan kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah ini berawal dari laporan
salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kepada Kades Kohod saat ini.
Dilaporkan pada pertengahan Agustus 2023 lalu. Selanjutnya temuan tersebut
dilaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota, Polda Metro Jaya.
Kapolres mengatakan proses penyelidikan dan penyidikan pun
dilakukan unit Harda Satreskrim Polres Metro Tangerang Kota dengan memeriksa
saksi-saksi termasuk ahli hukum pidana.
"Jadi, terdapat tanah timbul di laut, yang telah
dibuatkan dokumen palsu berupa surat keterangan tanah garapan oleh mantan
kepala desa berinisial R, usia 52 tahun," ujar Kapolres Zain kepada
wartawan, Jum'at (26/1/2024).
Sebelum menetapkan status tersangka, Polisi terlebih dahulu
telah memeriksa sebanyak tujuh orang saksi, ahli yang berasal dari Dinas
Kelautan dan Perikanan, serta ahli hukum pidana.
"Berdasarkan keterangan ahli bahwa tanah tersebut
merupakan tanah timbul berupa daratan yang terbentuk secara alami karena proses
pengendapan di pantai. Seharusnya penguasaan tanahnya dikuasai oleh negara.
Namun, oleh tersangka R dibuatkan dokumen palsu atas permintaan tersangka HS
dan H," ungkapnya.
Adapun jumlah bidang lahan yang telah dibuatkan dokumen
palsu itu sebanyak 94 bidang seluas 553 hektare dikuasai oleh HS dan H kemudian
ditawarkan kepada sejumlah pengembang. Dan tersangka R (mantan kades, red)
menerima sejumlah uang sebagai kades yang menandatangani dokumen tanah timbul
tersebut.
"Tanah laut itu bisa dimanfaatkan. Namun dengan syarat
wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut atau KKPRL sesuai
dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 28 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut," tutur Zain.
Kombes Zain menjelaskan lamanya proses pengungkapan kasus
yang dilaporkan pada Agustus tahun lalu ini. Disebabkan tersangka HS dan H
selalu mangkir dari panggilan Polisi dan H sempat dinyatakan dalam Daftar Pencarian
Orang (DPO).
"Ketiga tersangka kita jerat dengan pasal 263 KUHP ayat
1 dan 2 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 6 tahun," ucap Zain.
(*/pur)
0 Comments