Gan-Gan R.A. (Foto: Ist/koleksi pribadi) |
Oleh: Gan-Gan R.A.
Pernyataan Cicero nampaknya masih kontekstual dengan potret
buram penegakan hukum di Republik ini yang dicengkeram lingkaran setan
kekuasaan mafia.
Kekuasaan, dalam perspektif Cicero, dari dahulu selalu
membuai, menggiurkan, dan memabukkan, sehingga membuat orang yang keranjingan kekuasaan
menjadi lupa daratan, menghalalkan segala cara demi meraih dan mempertahankan
kekuasaan.
Untuk mencegah kekuasaan negara yang bersifat absolut,
konsep politik tentang pemisahan kekuasaan yang terkenal dengan istilah Trias
Politica dirumuskan oleh seorang filsuf berkebangsaan Inggris, John Locke dan
kemudian dikembangkan oleh Monstesquieu, pemikir besar dalam dunia politik
Prancis dalam bukunya yang terkenal, L’Esprit des Lois.
Trias Politika memecah kekuasaan dan mendistribusikan
kekuasaan menjadi tiga jenis kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
Trias Politica lalu diadopsi ke dalam sistem demokrasi agar
tenung kekuasaan tidak menjelma berhala yang sentralistik dan mutlak. Trias
Politica menciptakan dialektika kekuasaan antar lembaga negara agar politik dan
hukum tidak melahirkan para mafia, karena ketika penegakan hukum dibawah
kendali mafia, maka keadilan hanyalah dongeng semata.
Seperti halnnya kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang
didalangi oleh mantan Kadiv Propam Irjen Polisi Ferdy Sambo yang menggegerkan
dan membuat publik tersentak. Tak ubahnya membuka kotak pandora, dari kasus
Sambo ini terbongkorlah lingkaran mafia hukum dalam tubuh institusi Polri, dari
mulai Satgasus, Konsorsium 303 hingga terjadilah perang bintang antar elit perwira
Polri berpangkat bintang.
Kasus pembunuhan berencana Brigadir J adalah kasus besar
yang menghancurkan citra lembaga kepolisian yang tengah memperbaiki diri menuju
Presisi. Namun langkah tegas Kapolri Jenderal Polisi Listiyo Sigit Prabowo dan
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto telah menghidupkan kembali kepercayaan
publik kepada institusi Polri. Pasca ditetapkannya Ferdy Sambo dan sekutunya,
publik pun masih percaya bahwa keadilan sedang ditegakkan dalam proses hukum di
tengah parlemen yang bungkam.
Bungkamnya anggota Dewan Perwilan Rakyat (DPR) atas kasus
Sambo yang menyita perhatian rakyat menimbulkan berbagai spekulasi liar.
Beredar rumor Genk Sambo menabur dolar di bawah meja parlemen supaya anggota
DPR tidak bersikap kritis. Lembaga legistatif yang seharusnya menjalankan
fungsinya atas kasus tersebut dengan pengawasan ekstra ketat, menjadi mandul
dan cenderung tutup mulut. Padahal di balik kasus Sambo terkuat misteri
Satgasus dan para mafia judi online dalam struktur Konsorsium 303.
Kemudian yang terjadi selanjutnya adalah perang bintang
dalam tubuh Polri. Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM
(Menkopolhukam) Mahfud MD memperkuat indikasi terjadinya gesekan panas antara
kubu Kabareskrim Komjen Agus Andrianto vs kubu Genk Sambo.
“Isu perang bintang terus menyeruak,“ kata Mahfud MD, Minggu
(6/11/2022), “Dalam perang ini, para petinggi yang sudah berpangkat bintang
saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar
masalahnya”.
Lebih lanjut Mafud MD menjelaskan, “Salah satu manuver yang
sedang jadi sorotan adalah pengakuan mantan anggota polisi yang juga pengusaha
tambang, Ismail Bolong“. Menurut pengakuan Ismail Bolong, pernah menyetorkan
sejumlah uang miliaran rupiah untuk Kabareskrim dari keuntungan tambang illegal
di Kalimantan.
Tetapi setelah viralnya video testimoni Ismail Bolong yang
beredar di media sosial, Ismail Bolong akhirnya meralat pengakuannya dan
membuka kartu AS-nya bahwa testimoni tersebut dibuat atas tekanan mantan Kepala
Biro Pengamanan Internal (Karopamil) Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan
yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sambo karena dianggap
melakukan perintangan hukum atau Obstraction of Justice.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto tampaknya menjadi sasaran
tembak Genk Sambo. Namun Sang Jenderal tidak mundur sejengkal pun atas serangan
balas dendam yang dilancarkan oleh pihak-pihak tertentu kepada dirinya. Di
balik perang bintang, para mafia bermanuver agar kepentingan bisnis haramnya
tetap aman.
Penulis menjadi teringat ucapan Don Vito Corleone, tokoh
sentral dari novel The God Father yang ditulis dengan deskripsi filmis oleh
Mario Puzo, “Revenge is a dish that tastes best when served cold”. Balas dendam
adalah hidangan yang paling enak disajikan dalam keadaan dingin. (***)
Gading Serpong, 30 November 2022
Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati politik, dan
peneliti hukum pada Don Adam Caring Academy.
0 Comments