Ilustrasi, SMA Negeri 5 Kabupaten Tangerang orangtua murid ingin anaknya masuk ke sekolah ini. (Foto: Istimewa) |
"Tak sedikit kritik dan protes dari berbagai elemen
masyarakat baik secara perorangan maupun organisasi soal PPDB ini. Termasuk
sejumlah pengaduan yang masuk ke Inpekstorat Banten secara langsung, tak satu pun
yang mendapat respons dari pihak Dinas Pendidikan Banten,'' ungkap pemerhati pendidikan
Banten Imron Khamami.
Ironisnya, kata Imron, dalam beberapa hari terakhir para
pejabat Dinas Pendidikan yang bertanggungjawab atas pelaksanaan PPDB seperti
“menghilang” saat beberapa pihak menyoroti pelaksanaan PPDB SMAN SMKN yang
carut marut ini.
Dijelaskan, berdasar Petunjuk Teknis PPDB Nomor :
800/220/DINDIKBUD/2022 tanggal 19 Mei 2022 telah mengatur prinsip yang mendasari pelaksanaan
PPDB. Antara lain, obyektif, akuntabel, transparansi, dan nondiskriminatif.
''Ternyata dalam praktiknya semua prinsip tersebut telah
dilanggar dengan berbagai modus operandi di semua jalur yang disediakan,'' tutur
Imron.
Imron mengatakan pelaksanaan PPDB SMAN/SMKN di Banten tidak menggunakan prinsip atau tidak menerapkan asas-asas umum pemerintahan
yang baik (AAUPB).
Menurut Imron, prinsip obyektif sudah dilanggar oleh panitia
PPDB. Panitia PPDB di sekolah tidak
berdaya dan terpaksa menerima calon peserta didik berdasarkan surat rekomendasi
dari anggota DPRD Banten khususnya dari Komisi V. Walaupun sebenarnya, bisa
jadi calon peserta didik tersebut secara aturan tidak memenuhi syarat untuk
diterima.
"Lantas jika DPRD Banten dari Komisi V yang memiliki
fungsi pengawasan terhadap kerja eksekutif ikut bermain, mana mungkin prinsip obyektif ini bisa
ditegakkan dengan benar,'' sebutnya.
Prinsip PPDB, kata Imron, yang akuntabel juga tidak
diterapkan. Nyaris tidak ada klarifikasi saat ada protes dan sanggahan dari
berbagai pihak, baik yang disampaikan melalui surat maupun protes melalui media
massa.
"Pihak Dindikbud seharusnya memberikan klarifikasi atau
jawaban dan pertanggungjawaban ke publik manakala ditengarai ada kecurangan
dalam penentuan diterima atau tidak diterimanya calon peserta didik baru,"
ucapnya.
Imron menjelaskan prinsip transparansi dalam PPDB adalah
yang paling banyak dilanggar. Contohnya, ada calon peserta didik yang nilai
prestasi rendah bisa diterima dan yang nilainya lebih tinggi tidak diterima.
"Bagaimana cara menentukan diterima atau tidak
diterimanya peserta didik yang berprestasi non akademik. Banyak atlet
berprestasi tidak diterima sehingga diprotes oleh KORMI dan KONI. Surat
Keputusan (SK) Kepala Sekolah tentang hasil akhir PPDB pun tidak bisa diakses
oleh publik. Lalu, di mana transparansinya," ujar Imron.
Yang terakhir adalah prinsip nondiskriminatif. Dalam praktiknya
telah terjadi diskriminasi pada jalur afirmasi. Imron mengaku menemukan bukti
bahwa ada calon peserta didik yang memiliki Kartu KIP, Tangerang Cerdas, Anak
Yatim tidak diterima, sementara peserta didik yang memiliki surat rekomendasi
DPRD dan titipan dari Dindikbud diterima.
Diskriminasi juga terjadi pada penerapan jalur perpindahan
orang tua. Calon peserta didik yang memiliki akses terhadap Panitia PPDB dapat
menggunakan fasilitas jalur perpindahan orang tua. Sementara bagi peserta yang
lain tidak bisa. (*/rls)
0 Comments