Wagub Banten Andika Hazrumy serahkan Perda Desa kepada Ketua Adat Baduy didampingi Ketua DPRD Andra Soni dan Sekda Banten Al Muktabar. (Foto: Istimewa) |
Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada momen yang sakral
tersebut kali ini ditandai dengan penyerahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2022 tentang Susunan Kelembagaan, Pengisian Jabatan dan Masa Jabatan Kepala
Desa Adat.
“Dengan telah diserahkannya Perda yang mengatur tentang
pemerintahan desa adat tadi, kami janji kepada masyarakat adat di Provinsi
Banten telah ditunaikan,” ujar Andika kepada pers usai acara.
Wagub Andika didampingi Ketua DPRD Banten Andra Soni, Kepala
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Enong Suhaeti dan Kepala Dinas Pariwisata Al
Hamidi.
Sebelumnya dalam acara tersebut, Andika mengenakan pakaian
khas adat Baduy Dalam berupa setelan baju pangsi berwarna putih yang dipadu
dengan ikat kepala berwarna putih menyerahkan dokumen Perda tersebut kepada
Jaro Pamarentahan Baduy yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Kanekes, desa
tempat bermukimnya masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, Saija.
Diterangkan Andika, pembuatan Perda tentang desa adat
tersebut tidak lain sebagai pemenuhan janji Pemprov Banten di bawah
kepemimpinan Gubernur Wahidin Halim dan dirinya sebagai Wakil Gubernur kepada
masyarakat Baduy yang pada saat Seba Baduy terakhir sebelum pandemi Covid-19
yaitu 3 tahun lalu meminta agar dibuatkan peraturan daerah tentang desa adat.
Dengan adanya Perda tersebut, Desa Kanekes sebagai desa adat
Baduy dan juga desa adat lainnya di Provinsi Banten akan lebih leluasa
menerapkan kelembagaan dan kepemimpinan yang sesuai dengan ketentuan adat yang
berlaku pada masing-masing desa adat tersebut.
“Alhamdulillah, Perda tentang desa adat ini adalah yang
pertama di Indonesia. Provinsi lain di Indonesia yang juga banyak memiliki desa
adat belum ada yang mempunyai Perda ini,” ucap Andika.
Sebagai Bapak Gede masyarakat Baduy dengan menggunakan bahasa
Sunda dialek Baduy, Andika mengaku bahagia karena kedatangan saudara-saudara
dari Baduy yang kembali dapat melaksanakan ritual Seba Baduy meski masih dengan
pembatasan peserta yakni pandemi Covid-19 belum dianggap tuntas seluruhnya hari
ini.
Menurutnya, dengan Seba Baduy perasaan persaudaraan antara
Pemerintah Daerah dan masyarakat Banten dengan masyarakat Baduy menjadi semakin
terjalin.
“Padeukeutna pamaréntah jeung rahayatna minangka bukti
nandakeun tingtrimna kaayaan Provinsi Banten nu dipicinta,” kata Andika yang
mengungkapkan kegembiraannya dengan menyebut pertemuan tersebut sebagai bukti
bahwa keadaan Provinsi Banten yang dicintai ini aman dan tentram.
Andika mengulas, dirinya mewakili Pemprov Banten selalu
mengingat pesan masyarakat Baduy setiap Seba Baduy bahwa Pemerintah dan
masyarakat harus selalu menjaga lingkungan alam.
Untuk itu, kata Andika, Seba Baduy bukan hanya persoalan
kebudayaan atau pariwisata saja,
melainkan persoalan pelestarian lingkungan hidup.
Meski pada tahun ini peserta Seba Baduy hanya perwakilan
yakni sekitar 160 warga masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar, namun prosesi
inti berupa Murwa Seba atau pesan lisan dengan bahasa Sunda kuno yakni bahasa
Sunda Buhun dari tetua adat yang disebut Puun Baduy dalam hal ini disampaikan
oleh Jaro Tanggungan 12, Saidi Putera, tetap dilakukan. Prosesi kemudian
ditutup dengan penyerahan Laksa sebagai perlambang penyerahan hasil bumi oleh
Jaro Tanggungan 12 kepada Andika sebagai Bapak Gede.
Laksa adalah intisari padi yang diolah melalui upacara
sakral ngalaksa. Laksa adalah sejenis makanan adat semacam mie tetapi lebih
lebar, atau seperti kwetiau yang terbuat dari tepung beras. Laksa Baduy
dibungkus dengan pelepah pinang. Dengan menyantap laksa dari tanah suci ini
yakni tanah Baduy, diharapkan kewibawaan raja atau pemimpin akan bertambah.
Persembahan laksa dan hasil bumi lainnya ini merupakan lambang hubungan baik
antara masyarakat adat Baduy dan Pemerintah. (*/pur)
0 Comments