Para pekerja PT Freetrend terus berjuang. (Foto: S. Bahri/TangerangNet.Com) |
Akhmad Suhardi, kuasa hukum buruh kepada awak media, Kamis
(3/6/2021) megatakan gugatan sudah dilayangkan hari ini melalui sistem
pendaftaran perkara secara online atau e-court.
Pemicu gugatan PMH itu, jelas Akhmad, karena penutupan atau
pembubaran perusahaan milik pengusaha
asing asal Taiwan tersebut secara sepihak tanpa melalui proses hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU)
Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pada 31 Juli 2020 lalu
atas dasar hasil audit dari Kantor
Akuntan Publik.
Ahmad menjelaskan sedangkan hasil audit yang dijadikan dasar
penutupan atau pembubaran perusahaan itu tidak secara spesifik menyatakan bahwa
perusahaan merugi seperti yang didalilkan oleh mereka. Merujuk laporan tim
auditor hanya mengeluarkan opini "Tidak Menyatakan Pendapat atau
Disclaimer of Opinion".
"Dalam pasal 142 UU PT secara jelas mengatur tentang
pengakhiran kegiatan, likuidasi, dan berakhirnya status perusahaan sebagai
badan hukum, maka perusahaan harus melakukan proses likuidasi melalui
Pengadilan Negeri sesuai domisili perusahaan. Mekanisme ini tidak ditempuh,
mereka hanya mengeklaim rugi sehingga menutup atau membubarkan perusahaannya secara
sepihak," kata Akhmad.
Sementara Hendri Yansah, Kuasa Hukum buruh lainnya menyebut
ada sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam penutupan atau pembubaran
perusahaan dan dijadikan sebagai Tergugat dalam perkara itu yakni; PT
Freetrend, Pimpinan Unit Kerja PSP-Serikat Pekerja Nasional (PUK SPN) PT
Freetrend, PUK SPTSK Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) PT
Freetrend, dan PUK Serikat Buruh Karya Utama (SBKU) PT Freetrend.
Para Tergugat ditengarai melakukan perbuatan melawan hukum,
karena patut diduga adanya persengkokolan jahat dalam pengambilan kesepakatan
bersama atau keputusan terkait penutupan atau pembubaran perusahaan hingga
berujung pada PHK sepihak terhadap 8.783
buruh yang bekerja di PT Freetrend.
"Penutupan perusahaan ini hanya akal-akan mereka saja.
Sebab, prosesnya dilakukan sangat mudah dan singkat cuma sekitar 3 bulan doang
langsung dikeluarkan pengumuman PHK massal. Perusahaan hanya membayar pesangon
satu kali ketentuan, yakni sebesar Rp 800 miliar. Sedangkan jika melalui proses
yang benar menurut aturan hukum, penutupan atau pembubaran perusahaan itu
memakan waktu hingga 1,5 tahun dan prosesnya juga cukup sulit," ujarnya.
Selain itu, ungkap Hendri, penutupan PT Freetrend yang
diduga akal-akalan itu dianggap cukup beralasan. Masalahnya, jauh hari sebelum
menutup PT Freetrend, pemiliknya diketahui telah menyiapkan perusahaan baru
bermana PT Long Rich Indonesia yang berlokasi di daerah Cirebon- Jawa Barat itu
dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisil Usaha (SKDU) atas PT Long Rich
Indonesia yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Sentul dan Camat Balaraja, yakni
alamat domisili dan nama pemiliknya sama dengan PT Freetrend.
"Kami anggap penutupan perusahaan ini tidak sah menurut
hukum. Saat ini saja, kami dapat infonya PT Freetrend masih beroperasi kok.
Untuk itu, perusahaan wajib membayar hak- hak normatif buruh, seperti upah
pokok, Tunjangan Hari Raya dan lainnya," tegas Hendri.
Nasib buruh pabrik alas kaki ini sebelumnya menggugat PT
Freetrend ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Serang- Banten, terkait
PHK sepihak. Proses penanganan perkara
saat ini memasuki tahapan "Kesimpulan" dan hanya menunggu putusan
dari Majelis Hakim PHI pada 7 Juni 2021 mendatang. (bah)
0 Comments