Adib Miftahul (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Oleh: Adib Miftahul
PEMBATASAN Sosial Berskala Besar
(PSBB) di wilayah Tangerang Raya yang disetujui Menteri Kesehatan untuk
mencegah semakin meluas dan menghentikan wabah Covid-19, setidaknya ada
beberapa point yang menjadi catatan.
Pertama, harus ada regulasi
(Pergub) dengan mekanisme yg jelas, sistematis, terkait aturan PSBB.
Persetujuan pemerintah pusat (Menteri Kesehatan) hanya sekadar lampu hijau
alias persetujuan. Tetapi tidak mengatur secara rinci dan detil terkait
penerapan PSBB. Di sinilah Pemerintah Provinsi (Pemrov) Banten dan Pemda
Tangerang Raya (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang
Selatan) dituntut untuk mengeluarkan Pergub yang jelas, mengatur kebijakan
komprehensif, mudah dipahami masyarakat dan tidak rancu sebagai acuan bagi
petugas di lapangan untuk penegakan aturan PSBB.
Aktifitas atau sektor usaha apa
yang boleh buka, kalaupun ada pengecualian syaratnya seperti apa? Bagaimana
pula penerapan PSBB bukan hanya di jalan-jalan besar saja (Jalan Provinsi),
tetapi juga bagaimana aktifitas warga yang hanya di jalan gang atau jalan
kampung. Di sinilah, dalam waktu yang sangat pendek sebelum penerapan PSBB,
Sabtu (18/4/2020), Pemda dituntut ekstra keras, menghadirkan regulasi yang
dapat dipahami bersama. Jangan lupa, Tangerang Raya sebagai kawasan industri
dan jasa sangat besar pengaruhnya dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Kedua, harus saling terhubung
kolaboratif antar Pemda di Tangerang Raya terhadap penerapan PSBB. Eksekusi
PSBB tak bisa ego sektoral dan jalan sendiri-sendiri. Pemrov Banten sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat mempunyai andil besar soal supervisi, yang
nantinya bicara evaluasi efektif tidaknya PSBB ini. Termasuk peran vital TNI
Polri menjadi kesatuan dalam penegakan aturan (law enforcement) PSBB.
Koordinasi dan kolaborasi menjadi kunci.
Keterlibatan tokoh agama, tokoh
masyarakat juga memberikan warna efektif penerapan PSBB, terkait sosialisasi,
khususnya soal ibadah di rumah atau perspektif ibadah di rumah saat wabah
covid-19 yang menjadi kesepakatan bersama. Apalagi jelang puasa, soal ibadah
membutuhkan sosialisasi yang baik dengan melibatkan tokoh agama.
Ketiga, kebijakan anggaran yang
efektif, mempunyai konsep detil dan tepat sasaran. Kebijakan anggaran Pemda
menghadapi PSBB kelihatannya siap, tapi penulis kritisi sebenarnya rapuh.
Kenapa? Bisa dikatakan siap, karena semua men-declaire anggaran yang cukup
besar serta banyaknya bantuan dari pihak swasta.
Pemda seolah berlomba menyenangkan
publik dengan ratusan miliar rupiah yang bakal digelontorkan. Memang ini
penting, untuk menyuntik psikologis masyarakat bahwa kesiapan anggaran untuk
wabah corona membuat masyarakat bakal terbantu.
Tetapi penulis kritisi rapuh.
Kenapa, sampai sekarang belum terlihat konsep sistematis, skema program kerja
detil kemana anggaran yg begitu besar bakal digunakan. Step by step program
penanganan dan pemberdayaan masyarakat belum rinci terlihat. Semua masih bicara
secara umum, tanpa detil soal arah program pergerakan dana ratusan miliar itu.
Alokasi yang jamak masih soal
pemenuhan Alat Pelindung Diri (APD), renovasi hunian isolasi sementara,
penyemprotan disinfektan dan jaring pengaman sosial (JPS) sembako secara umum
yang datanya masih semprawut hingga kini. Alokasi anggaran masih belum
sepenuhnya berpihak kepada JPS di berbagai aspek.
Misalnya, ketika PSBB berlaku atau
selama periode pandemi Covid-19 ini masih ada, apa yang akan dilakukan Pemda
terkait bantuan kepada warga. Berapa total jumlah warga yang akan dicukupi atau
dibantu kebutuhan pangan dalam rentang waktu PSBB?
Berapa pula yang harus dibantu
secara penuh, hanya dibantu 70 persen, hanya dibantu setengah dan masyarakat
mana yang tak perlu bantuan, dan seterusnya. Pendampingan Usaha Mikro Kecil ,
dan Mengah (UMKM), pekerja sektor non formal seperti apa? Ini jelas belum
terlihat. Validitas data JPS ini yang sangat penting.
Biar tak ada lagi masalah di
masyarakat, soal kerancauan bantuan. Yang harusnya berhak dapat bantuan,
ternyata tidak dapat. Dan yang seharusnya tak layak dibantu, ini malah dapat
bantuan. Jangan ada lagi ungkapan ibu penjual pakaian yang viral di media
sosial, sambil terisak menangis "Di luar mati karena Corona, di rumah kami
mati kelaparan".
Keempat, pendampingan gerakan
stimulus ekonomi dan insentif imbas wabah ini juga membutuhkan penanganan yang
fokus. Wabah ditangani, tetapi ekonomi juga harus berjalan. UMKM seperti warung
makan, usaha logistik, transportasi, dan lainnya membutuhkan kepastian
pendampingan serta bantuan kongkret. Apalagi jelang Ramadan, biasanya UMKM yang
mempunyai andil menggerakkan roda ekonomi. Solusi pendampingan bisa berupa
membeli barang yang diproduksi, dengan mendistribusikan kepada masyarakat, dan
mempertemukan pembeli dan penjual secara online, dan banyak cara lainnya.
Kelima, Tangerang Raya yang
terkenal sebagai daerah kawasan jasa dan industri juga vital harus menjadi
perhatian serius. Masalah investasi penting, tetapi Pemutusan Hubungan Kera ( PHK)
imbas corona yang mengancam ribuan buruh, apalagi jelang lebaran, juga butuh
win-win solution. Solusi sama-sama enak juga harus ada kepada perusahaan.
Ketika misal, perusahaan harus tetap beroperasi, tapi harus mematuhi secara
ketat protokol kesehatan, juga bisa menjadi solusi.
Kalau pun harus berhenti
beroperasi, karena mengikuti aturan PSBB, kebijakan solutif Pemda, bisa berupa
penangguhan pajak beberapa bulan kedepan atau memberi insentif juga sebagai
langkah bijak. Jangan hanya getol menghimbau jangan PHK, tetapi pajak Penapata
Asli Daerah (PAD) tak mau turun, ini juga tak fair.
Akhirnya, 'Treatment' kebijakan
sistematis ini penting, agar masyarakat paham dan sadar bahwa negara hadir saat
darurat bencana pandemi ini. Mereka pun akan sukarela mematuhi PSBB, karena
semua urusan kebutuhan bantuan terang dan jelas (loud & clear) di depan.
Back up Pemda ada di samping rakyat. Ada kesungguhan Pemerintah daerah yang
betul dan masyarakat meyakininya. Hal ini menjadi sebuah semangat untuk
berjuang bersama mengatasi wabah ini. Kebersamaan dan saling memahami adalah
kunci. (***)
Penulis adalah Analis Kebijakan Publik, dan
Dosen FISIP Universitas Islam Syekh Yusuf, UNIS
Tangerang.
0 Comments