Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dilema Politik Golkar Pada Pilkada 2018, Kota Tangerang Tertatih-tatih

Memed Chumaedi: Golkar bisa memainkan peranannya. 
(Foto: Istimewa/koleksi pribadi)  
Oleh Memed Chumaedi

PARTAI yang didirikan Soeharto (Presiden Republik Indonesia kedua-red) dan pernah berkuasa selama 32 tahun, pasca reformasi mengalami pasang surut dalam capaian prestasinya, selama reformasi Partai Golongan Karya (Golkar)  tidak pernah menduduki posisi tertinggi dalam raihan suara di Pemiihan Umum (Pemilu).

Walaupun masih papan atas dalam raihan suara, dinamikanya selalu menarik untuk dicermati. Apalagi dinamika politik baik di internal maupun eksternal. Di internal Golkar selalu dirundung persoalan, dimulai dari konstruksi ketidak percayaan publik pasca Soeharto, konflik dualisme kepemimpinan hingga penetapan 2 kali tersangka Setyo Novanto sebagai Ketua Umum Golkar.

Dinamika ini tidak pernah menyurutkan kadar kompetensi kader di beberapa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Golkar masih tetap bertengger di pusat “game of throne” dalam politik indonesia. Masalah demi masalah terus dienyam oleh Golkar, seringnya ujian kedewasaan politik Golkar tidak menyurutkan kadernya melenggang jadi kepala daerah baik itu gubernur, walikota dan bupati.

Contoh sederhana Golkar Provinsi Banten, pasca penetapan Ratu Atut Chosiyah menjadi tersangka, Golkar tidak pudar dalam pandangan dan tidak letih dalam berperang, orang banyak meyakini pasca ditetapkannya Atut (mantan Gubernur Banten) menjadi tersangka akan melemahkan dan mendegradasi positioning politik Golkar di Banten, tapi fakta itu tidak terbukti dan malah Golkar mampu mengembalikan kejayaannya di Pilkada Provinsi  Banten.

Tercatat dari 8 kabupaten kota yg ada di Provinsi Banten, Golkar unggul telak, Kabupaten  Tangerang (Ahmed Zaki Iskandar) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ada Airin Rachmi Diany, Kabupaten Serang (Hj. Ratu Tatu Chasanah), Kota Serang (Tubagus Haerul Jaman), Kota Cilegon (Tubagus Iman Aryadi) dan Kabupaten Pandeglang (Tanto W arban sebagai Wakil Bupati), Kota Tangerang (Sachrudin, sebagai Wakil Walikota). Golkar menempatkan kader terbaiknya di 5 daerah sebagai bupati dan walikota dan 2 sebagai wakil bupati dan wakil walikota.

Ujian Golkar Di Pilkada 2018

Menghadapi Pilkada 2018 sedari awal Golkar merasa yakin akan memenuhi targetnya untuk menempatkan kader terbaiknya sebagai kepala daerah, ada 2 kabupaten dan 2 kota yg akan melaksanakan Pilkada. Keempat daerah itu adalah Kabupaten Lebak, Kota Serang, Kabuapten Tangerang,  dan Kota Tangerang, dan  Kabupaten Serang.

Kab Lebak Golkar sepertinya yakin terhadap pilihannya kepada petahana, Kota Serang istri dari Walikota Serang pun merasa pes dengan hasil akhir, Kabupaten  Tangerang  Ahmed Zaki Iskandar mulus dengan hasil selama ini, dan Kota Tangerang tertatih tatih.

Daerah terakhir yang penulis sebut ini mengalami nilai buruk dalam penentuan akhir.  Berita yang beredar dari media lokal, bahwa Sachrudin yang notabene sebagai Wakil Walikota dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Kota Tangerang dicabut dukungannya karena lambatnya melakukan konsolidasi dan komunikasi politik sehingga deadline yg ditetapkan untuk mengirim partai koalisi dan calon wakilnya urung disampaikan oleh wakilnya.

Ditariknya dukungan dari DPD Golkar Banten ini ada beberapa hal yang perlu dicermati. 1. sachrudin gagal total berkomunikasi politik. 2. Sachrudin gagal mengkonsolidir kekuatan Golkar dalam mencari kawan koalisi. 3. Sachrudin gagal membangun popularitas dirinya, alhasil DPD Golkar Banten mengevaluasi dan menarik  dukungan untuk Sachrudin.

Ketidak cermatan sachrudin dalam berkomunikasi, konsolidasi, dan membangun popularitas sejatinya bukan karena institusi yang menaunginya tapi lebih kepada personal Sachrudin. Ujian Sachrudin pada 3 hal di atas perlu dipahami sebagai nasib buruk Golkar di tangan Sachrudin.

Berbenah Ala Golkar

Pasca ditariknya dukungan politik Golkar kepada Sachrudin, Golkar sebagai partai tua dan berpengalaman sepertinya tidak sulit mengambil momentum politik di Kota Tangerang. Ada beberapa pilihan untuk berbenahnya Golkar. Pertama, Golkar menyiapkan pengganti Sachrudin untuk melawan petahana Arief Rachadiono Wismansah. Kedua, Golkar merapat ke petahana dengan menawarkan kader terbaiknya untuk siap digandeng sama petahana. Ketiga, Golkar mengusung orang eksternal yang siap dijadikan kader dan terakhir Golkar tidak ikut bermain dalam “game of throne” di Kota Tangerang.

Pilihan terakhir mungkin tidak pernah dilakukan oleh Golkar. Golkar sangat realistis terhadap realitas politik yang ada, dalam tradisi politik Golkar, sangat jarang sekali Golkar bersebrangan dengan Pemerintah dan Golkar selalu dalam lingkaran Pemerintah.

Akhirul kalam, waktu masih relatif lama untuk berbenah ala Golkar, Golkar akan memastikan arah politiknya untuk kemajuan Kota Tangerang, mengutip adagium “if there is a will there is away” yakni  ada kemauan, di situ ada jalan. San penulis yakin Golkar bisa memainkan peranannya itu.

Wallahu a’lam bisshowab. ***

Penulis adalah:
Dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), 
Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT).

Post a Comment

0 Comments