Pada demo aksi damai 4 November: penegakkan hukum. (Foto: Istimewa) |
Pemuda yang
beredar fotonya di media sosial hanyalah operator lapangan, ia hanya untuk
memulai kericuhan agar memancing seluruh peserta aksi turut membuat keributan
dengan aparat. "Dalam logika aksi tentunya chaos adalah target maksimal
agar dapat menarik perhatian media dan masyarakat, sehingga seolah-olah
Pemerintah anti kritik dan kejam. Logika
ini berbanding terbalik bila melihat judul 'Aksi Damai'," ujar Ketua Umum Komite Rakyat Nasional
(Kornas) Jokowi- Abdul Havid kepada wartawan, Minggu (6/11/2016), di Jakarta.
Oleh karena itu,
peserta aksi Jumat (4/11/2016) kemarin, kata Abdul, yakin tidak akan ada
kericuhan pasalnya pimpinan-pimpinan aksi adalah ulama-ulama besar. Kasihan
mereka para ulama yang tidak tau menahu politik harus ditunggangi oleh
segelintir orang tertentu yang hanya memuaskan libido politiknya.
Beberapa waktu
yang lalu Presiden Jokowi menyambangi kediaman Prabowo di Hambalang untuk
berdiskusi tentang negara, yang berujung menunggang kuda berwana putih dan
hitam. "Menjadi menarik simbol tentang menunggangi, mungkin saja aksi
kemarin ada yang menunggangi karena merasa tidak mendapatkan tunggangan kuda.
Akhirnya menunggangi para ulama dan pserta aksi," ujarnya.
Havid menambahkan apalagi peserta aksi bukan saja
alim ulama melainkan juga ada tokoh-tokoh politik yang menjabat sebagai
legislator aktif, sungguh ironis sebagai salah satu pejabat publik justru
mereka melakukan tindakan yang tidak terpuji.
"Sebagai Organisasi
Relawan Jokowi pada Pilpres yang lalu, tentunya kami masih tegak lurus. Isu
kudeta permasalahan Ahok hanya pintu masuk saja, sesungguhnya si elit politik
memiliki target meng-kudeta pemerintahan yang sah. Oleh karena itu, kami sangat
mendukung pemerintahan yang legitimate, dan mendukung proses hukum dugaan
penistaan agama yang dilakukan Ahok, biarlah proses hukum berjalan, jangan ada
tekanan dan intervensi terhadap kepolisian," ungkap Havid.
Perintah Presiden
untuk gelar perkara terbuka adalah langkah yang cukup baik dan maju, sehingga
transparansi penyelidikan menjadi terang benderang, "benar atau
salahnya" publik dapat menilai dengan sendirinya. "Maka dari itu,
kami himbau kepada elite politik yang masih mencitai NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia-red) jangan lagi menunggangi umat islam, dengan memanfaatkan
momentum penistaan agama, sebagai seorang negarawan sepantasnya turut menjaga
persatuan bangsa. Apalagi sebagai purnawirawan jenderal doktrin kalian adalah
NKRI harga mati," katanya. (dade)
0 Comments