![]() |
| H. Syafril Elain Rajo Basa (Foto: Ist/koleksi pribadi H. Syafril Elain, RB) |
BELAKANGAN ini, penulis terusik oleh ucapan warga tentang honor dan gaji sebagai Ketua RW. Bahkan ada warga secara bercanda mengatakan, “Asyik gaji Pak RW naik”.
Warga di RW 07, Kelurahan Cikokol, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten, itu menilai bahwa Ketua RT dan RW digaji namun sebenarnya hanya mendapat stimulan.
Atas ucapan warga yang mengatakan gaji RW naik tentu penulis membalas dengan senyum karena warga tersebut tidak paham. Apalagi kalau warga tersebut diminta jadi Ketua RT dan RW dipastikan lari sejauh-jauhnya alias menolak atau tidak bersedia.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) stimulan berarti sesuatu yang menjadi cambuk bagi peningkatan prestasi atau semangat bekerja, pendorong, penggiat, perangsang.
Bila disimak dari KUBI tersebut, para RT dan RW di Kota Tangerang diberikan perangsang untuk bekerja. Belum sampai diberikan hak, baru sebatas rangsangan. Oleh karena sekadar perangsang maka Pemerintah Kota Tangerang tidak punya padanan untuk RT RW guna mendapat hak. Padahal RT dan RW yang telah bekerja sebagai Pemerintah pada tingkat terendah atau lebih keren terdepan. Saat diperlukan RT dan RW disebut sebagai ujung tombak.
Kok ujung tombak? RT dan RW-lah yang berhubungan langsung dengan warga. Hampir setiap ada kebijakan Pemerintah baik pusat maupun daerah, RT dan RW diminta untuk menyosialiasikan kepada warga. Apakah terkait pemerintahan, politik, pendidikan, kesehatan, dan termasuk menyosialisasikan masalah urusan tetek bengek lainnya.
Pada bidang pemerintahan dan politik terutama menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) baik itu pemilihan presiden, legislatif, dan kepala daerah. RT dan RW dikejar-kejar untuk membuat laporan pendataan penduduk. Mulai dari jenis kelamin sampai status perkawinan. Oleh karena itu, RT dan RW bisa tau kalau ada warga “gelap”, istri simpanan seseorang misalnya.
Namun, sialnya pada bidang pemerintahan terkait bantuan sosial (Bansos) RT dan RW tidak dilibatkan sama sekali. Sialnya lagi (dua kali) ketika timbul kasus Bansos salah sasaran, RT RW terbawa salah. Bahkan ada yang menuduh bahwa yang mendapat Bansos kenapa keluarga RT dan RW saja. Padahal RT dan RW tidak dilibatkan dan tidak terlibat dalam pembagian Bansos. Berita tahun lalu pernah Banson dibagi oleh seorang kepala negara tanpa melibat RT dan RW justru yang ada di sisinya menteri. Nasib pemerintahan terbawah. Singkat cerita RT dan RW gampang sekali jadi tertuduh.
Pada bulan Juli dan Agustus 2025 lalu ramai sejumlah warga terutama dari kalangan kritis terhadap Pemerintah, akan mengibarkan bendera One Piece dan tidak akan memasang bendera sang saka Merah Putih untuk peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Ancaman tersebut rupanya membuat Pemerintah kecut. Aparat kelurahan pun dikerahkan untuk mendatangi rumah Ketua RW agar memasang bendera Merah Putih.
“Saya dapat tugas dari Pak Lurah untuk meminta Pak RW menaikan bendera Merah Putih,” tutur Ny. Fatimah, bidang tata pemerintahan.
Kedatangan aparat kelurahan pun, penulis kaget. Kenapa ada aparat datang ke rumah pagi hari dan hal ini tidak biasa. Penulis menjawab,” Ya, nanti saya pasang”.
Tapi sang aparat tidak mau pergi dari rumah penulis. Bahkan minta penulis mengambil bendera Merah Putih dan sekaligus tiang bendera. Singkat cerita, penulis sebagai Ketua RW luluh lantak mengikuti permintaan dan bendera sang saka Merah Putih pun berkibar di halam rumah.
Apa urusannya bendera One Piece dengan Ketua RW. Pemerintah bergerak agar setiap Ketua RW memasang bendera Merah Putih untuk diikuti warga. Ketua RW saja pasang bendera Merah Putih dan warga pun pasti akan mengikuti pasang bendera Merah Putih bukan One Piece. Peran RW dibutuhkan pada saat genting, agar bendera One Piece tidak berkibar di rumah warga.
Cukup sampai sini dulu dan mengenai stimulan akan tayang pada tulisan berikutnya. (***) (bersambung)
Penulis adalah Ketua RT tiga periode dan kini Ketua RW periode kedua.




0 Comments