Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kasus Ijazah Palsu Jokowi Sudah Di Ujung, Jangan Terkecoh Oleh Agenda Kaburkan Perjuangan

Bonatua perlihatkan foto copy ijazah Joko 
Widodo setelah menerima dari petugas 
 KPU RI Jakarta. 
(Foto: Istimewa/glitik.com)  



Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

 



DOKUMEN copy legalisir ijazah Joko Widodo (Jokowi) yang diperoleh resmi dari Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), mengkonfirmasi bahwa objek dokumen ijazah Jokowi yang diteliti Dr Rismon Sianipar dan Dr Roy Suryo menggunakan metode Digital Forensik dan Error Level Analysis (ELA) ternyata sama/identik dengan dokumen ijazah Jokowi yang digunakan untuk mendaftar sebagai calon presiden (Capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Dari temuan bukti ini, dapat kita ambil beberapa kesimpulan:


Pertama, dokumen copy legalisir ijazah Jokowi yang diperoleh resmi dari KPU RI menguatkan hasil penelitian yang dilakukan Dr Rismon Sianipar dan Dr Roy Suryo, yang menyimpulkan ijazah Jokowi 11.000 triliun persen palsu, atau setidak-tidaknya 99,9 persen palsu.


Kedua, karena didapat kesimpulan ijazah Jokowi 11.000 triliun persen palsu, atau setidak-tidaknya 99,9 persen palsu, maka laporan Jokowi di Polda Metro Jaya tentang fitnah dan pencemaran harus dihentikan. Penyidik Polda Metro jaya wajib segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3).


Kedua, karena didapat kesimpulan ijazah Jokowi 11.000 triliun persen palsu, atau setidak-tidaknya 99,9 persen palsu, maka laporan dugaan pemalsuan dokumen ijazah Jokowi di Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri yang sebelumnya telah dihentikan penyelidikannya, harus dibuka kembali dan ditingkatkan ke tahap penyidikan.


Karena itu, penulis mengajak segenap elemen anak bangsa untuk fokus menuntut Bareskrim segera membuka kasus dugaan pemalsuan dokumen ijazah berdasarkan Pasal 263 KUHP sekaligus meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan. Dengan demikian, kasus ini segera mendapatkan kejelasan dan akan mengakhiri polemik ijazah palsu melalui putusan pengadilan yang nantinya akan memutus perkara.


Namun, ketika kasus ijazah palsu Jokowi hendak mencapai titik klimaks, tiba-tiba ada seruan yang beredar di WAG (WhatsApp Group) yang mengajak untuk melakukan upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tidak jelas, apa tujuan dan objek perkara yang akan diperjuangkan.


Jika tujuannya untuk mengevaluasi putusan MK No. 90, baik melalui MK maupun PTUN, jelas ini langkah yang sia-sia. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat, tidak dapat diambil upaya hukum.


Jika itu merujuk kasus Gibran Rakabuming Raka, maka masalah usia minimum Cawapres 40 tahun sudah tidak relevan dipersoalkan. Justru, saat ini harus fokus ke masalah Gibran tak punya ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA), Gibran tak punya ijazah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Gibran tak punya ijazah Madrasah Aliyah (MA), Gibran tak punya ijazah Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau yang sederajat. Isunya ke Pemakzulan Gibran karena tidak memenuhi syarat Pasal 169 huruf R UU No. 7/2017 Jo Pasal 7A UUD 45.


Yang aneh, adalah ketika sejumlah prinsipal yang diklaim akan menggugat ke MK dan MA, setelah penulis telepon ternyata tidak tahu menahu dan tidak terlibat. Gus Nur dan Mayjen TNI Purnawirawan Soenarko, yang namanya dicatut dalam meme yang beredar, menyatakan tidak terlibat. Komjen Pol Purnawirawan Oegroseno, menyatakan belum mengambil keputusan untuk terlibat.


Jadi, kuat dugaan narasi menggugat ke MK dan PTUN hanyalah untuk menguras energi dan mengalihkan target sehingga Jokowi bisa selamat atau setidak-tidaknya bisa bernafas panjang dengan kasus ijazah palsunya. Karena itu, segenap tokoh dan aktivis tidak boleh berpaling pada isu yang tidak jelas tujuannya, dan berfokus pada kasus ijazah palsu yang sudah berada di titik menuju klimaks. (***)



Penulis adalah Advokat dan Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi & Aktivis



Post a Comment

0 Comments