![]() |
| Charlie Chandra di ruang sidang pengadilan. (Foto: Suyitno/TangerangNet.Com) |
MULANYA, Charlie merasa ragu. Apakah mengambil pilihan aman
dengan diam terhadap kezaliman yang menimpa dirinya dan masyarakat korban
Pantai Indah Kapuk (PIK)-2. Atau memilih berjuang dan melawan, dengan risiko
penjara.
"Charlie, kalau berani tak usah takut. Kalau takut, tak
usah sok berani"
Ini adalah ungkapan yang penulis sampaikan kepada Charlie
saat pertemuan pertama kali, yang penulis adopsi dari pepatah Jawa "Nek
Wani Ojo wedi-wedi. Nek Wedi, Ojo wani-wanj" (Jawa: kalo berani, jangan
takut. Kalau takut, jangan sok berani). Saat itu, kami bertemu untuk membahas
Advokasi kepada aktivis Muhamad Said Didu, dan melawan kezaliman proyek PIK-2,
yang dilaporkan ke polisi oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI)
Kabupaten Tangerang karena mengkritik proyek PIK-2.
Tak dinyana, Charlie justru menunjukkan sikap keberanian dan
penuh rasa ksatria. Charlie, menjadi aktif berbicara di sejumlah podcast, hadir
dalam diskusi publik dan konferensi pers, hingga orasi dalam sejumlah aksi-aksi
membela korban kezaliman proyek PIK-2.
Charlie aktif, menceritakan duka nestapa dirinya dan
ayahnya, Sumita Chandra. Charlie, yang dirampas tanahnya, dikriminalisasi
hingga dituduh mafia tanah. Charlie, yang fotonya sempat dipajang di sejumlah
jalan, dinarasikan sebagai DPO (buronan).
Charlie, seorang Katolik beretnis Tionghoa. Meski minoritas
secara agama dan etnis, Charlie tetap lantang berjuang membela masyarakat
Banten yang mayoritas Muslim. Charlie mengabarkan, bagaimana modus operandi
kejahatan Agung Sedayu Group, yang mengelola proyek PIK-2 milik Sugianto Kusuma
alias Aguan dan Anthony Salim.
Akhirnya, Charlie Chandra harus menunjukkan sikap keberanian
yang berkonsekuensi Kriminalisasi. Namun, dia tak gentar menghadapi itu semua.
Melihat wajah Charlie, penulis merasa pilu dan tersayat.
Apalagi, saat memandang Elice Utomo, istri Charlie Chandra yang ikut menanggung
beban keluarga sebagai konsekuensi perjuangan untuk Charlie Chandra. Pasangan
suami istri ini, mengingatkan Penulis pada pasangan suami istri korban Aguan
lainnya, Supardi Kendi Budiardjo dan Nurlela.
Dan akhirnya.... Charlie ditangkap. Charlie diadili dengan
tuduhan memalsukan dokumen formulir permohonan balik nama di Badan Pertanahan
Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang. Padahal, itu adalah prosedur resmi untuk
membalik nama Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 5/Lemo atas nama Sumita Chandra
yang telah meninggal dunia, kepada Charlie dan saudara-saudaranya.
Charlie Chandra dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan
tuntutan 5 tahun penjara. Sungguh, perilaku tidak adil, sangat zalim.
Kita semua tentu merasa ikut geram, menyaksikan betapa hukum
di negeri ini dijadikan permainan Oligarki. Kita semua, menuntut keadilan untuk
Charlie Chandra.
Keadilan untuk Charlie Chandra adalah keadilan untuk rakyat
Banten dan seluruh rakyat Indonesia. Keadilan untuk Charlie Chandra, adalah
dengan memberikan vonis bebas dan mengeluarkannya dari penjara. (***)
Penulis adalah Advokat dan Tim Penasihat Hukum Charlie
Chandra.




0 Comments