Ketua LBH AP PP Muhammadiyah Taufiq
Nugroho (pegang tas) dan pengurus LBH
AP PP Muhammadiyah dalam suatu
kegiatan di Jakarta.
(Foto: Dokumen TangerangNet.Com)
NET - Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat (LBH AP PP) Muhammadiyah menolak pengelolaan laut yang berorientasi pada kepentingan korporasi dan mengancam kehidupan nelayan tradisional serta ekosistem laut.
“Pengelolaan laut harus berorientasi pada kepentingan rakyat dan lingkungan,” ujar Ketua LBH AP PP Muhammadiyah Taufiq Nugroho kepada wartawan di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Taufiq yang didampingi oleh Sekretaris LBH AP PP Muhammadiyah Ikhwan Fahrojih itu, mendesak pemerintah untuk menghentikan penambangan pasir laut yang dapat merusak ekosistem laut dan mengancam kehidupan nelayan tradisional.
“Pemerintah harus memprioritaskan perlindungan lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir. Kami akan ikut mengawal implementasi putusan MA (Mahkamah Agung) dan memastikan bahwa pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang serupa yang dapat mengancam lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir,” ucap Taufik melalui Siaran Pers yang diterima TangerangNet.Com, Kamis (26/6/2025).
Pernyataan yang dilayangkan LBH AP PP Muhammadiyah setelah mengapresiasi Putusan MA No. 5/P/HUM/2025 yang membatalkan PP No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut terkait dibukanya kran ekspor pasir laut oleh rezim Joko Widodo (Jokowi), setelah 20 tahun ditutup oleh Pemerintahan sebelum era Jokowi.
Melalui Putusan tersebut, MA melarang Pemerintah melakukan ekspor pasir laut. Menurut Majelis Hakim, kebijakan komersialisasi pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut tersebut dapat dipandang sebagai pengabaian atas tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan pesisir dan laut.
“Pasal 56 UU Kelautan tidak mengatur mengenai penambangan pasir laut untuk kemudian dijual,” tutur Taufiq.
Menurut MA, penambangan pasir laut justru bertolak belakang dengan maksud pasal 56 UU Kelautan. Pertimbangan tersebut rasional-berhati nurani, semoga mencerminkan semangat baru untuk mempertegas kembali Independensi Kekuasaan Kehakiman dari campur tangan penguasa dan pengusaha, sehingga MA kembali menjadi harapan rakyat Indonesia.
“Harapan kami, MA dapat melakukan kontrol secara obyektif, dengan pertimbangan hukum yang rasional-cerdas berhati nurani dan predictable dengan logika hukum mainstream terkait produk-produk hukum yang diterbitkan Pemerintah (Pusat-Daerah),” imbuh Tuafiq.
Karena problem ini, kata Taufiq, sungguh sangat kompleks bukan hanya pada Pemerintah Pusat, namun juga di daerah, seringkali menjadi instrumen legal untuk melanggengkan kepentingan pragmatis–saat yang sama merugikan kepentingan rakyat dan Negara.
“Kami juga mendesak agar ke depan pengujian peraturan perundang-undangan dibawah UU dapat dilakukan melalui persidangan yang terbuka sehingga menumbuhkan partisipasi publik yang lebih kuat dan luas, saat yang sama memperkecil potensi penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan pruduk hukum,” ujar Taufiq yang dibenarkan oleh Ikhwan. (*/ril)
0 Comments