Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Klarifikasi Terhadap Objek Materi Perkara, Setiap WN Berhak Tolak Berikan Keterangan Tidak Relevan

Roy Suryo salah seorang yang ikut 
dipanggil oleh polisi sebagai saksi. 
(Foto: Istimewa)  




Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.


UNDANGAN KLARIFIKASI yang diterima klien kami Rizal Fadilah, juga terhadap Kurnia Tri Royani, Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma, dan Eggi Sudjana   materinya sama.

Yakni untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam penyelidikan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau fitnah dan atau memanipulasi, penciptaan, perubahan, pengrusakan informasi elektronik milik orang lain dan atau pencemaran nama baik dalam bentuk informasi elektronik yang dianggap seolah-olah data yang otentik dan atau mengubah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, memindahkan, menyembunyikan informasi elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 35 Jo. Pasal 51  ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48 ayat (1) ) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 27A Jo Pasal 45 ayat (4), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024  Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang terjadi di Jakarta Selatan Pada tanggal 26 Maret 2025, yang dilaporkan oleh Ir. H. Joko Widodo, yang diduga dilakukan oleh terlapor.

Publik tahu, bahwa Saudara Joko Widodo mengeluh dirinya merasa dihina sehina-hinanya, direndahkan serendah-rendahnya, karena ijazahnya dikritik sebagai Palsu. Sehingga, dugaan pidana yang relevan hanyalah Pasal 310 KUHP tentang pencemaran, Pasal 311 KUHP tentang Fitnah dan Pasal 27A UU ITE tentang menyerang kehormatan melalui media elektronik.

Jokowi juga menegaskan saat lapor ke Polda (30/4), karena delik aduan maka dirinya sendiri yang melapor. Pasal 310 KUHP tentang pencemaran, Pasal 311 KUHP tentang Fitnah dan Pasal 27A UU ITE tentang menyerang kehormatan, adalah delik aduan.

Pasal yang relevan dan bisa diberikan keterangan dan klarifikasi hanyalah Pasal 310 KUHP tentang pencemaran, Pasal 311 KUHP tentang Fitnah dan Pasal 27A UU ITE tentang menyerang kehormatan.

Sementara Pasal 35 dan Pasal 32 UU ITE, bukan delik aduan dan tidak ada kaitannya dengan dugaan pencemaran dan Fitnah, yang dikeluhkan Saudara Joko  Widodo dengan ungkapan "dihina sehina-hinanya, direndahkan serendah-rendahnya".

Setiap Warga Negara (WN) yang diperiksa dalam perkara ini, saat ditanya bersediakah diperiksa dalam perkara ini, berhak memberikan jawaban:

"Saya bersedia diperiksa sebagai SAKSI, sepanjang terbatas dan berkaitan dengan dugaan pidana Pasal 310 KUHP tentang pencemaran, Pasal 311 KUHP tentang Fitnah dan Pasal 27A UU ITE tentang menyerang kehormatan. Saya menolak diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan pidana Pasal 35 dan 32 UU ITE, karena tidak ada kaitannya dengan materi pencemaran dan fitnah yang dilaporkan Pelapor Saudara Joko Widodo. Selanjutnya, seluruh keterangan saya dalam pemeriksaan ini tidak saya izinkan dipergunakan untuk menyelidiki perkara dugaan tindak pidana berdasarkan Pasal 35 dan 32 UU ITE".

Jawaban ini penulis anggap fair. Karena tidak boleh ada pemeriksaan terhadap saksi, dengan materi perkara yang tidak ada kaitannya dengan dugaan tindak pidana yang dilaporkan Pelapor Saudara Joko Widodo.

Setiap warga negara, juga boleh menolak memberikan keterangan,  terhadap pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan peristiwa di tanggal 26 Maret 2025. Karena materi Undangan Klarifikas, telah dibatasi hanya berkaitan dengan peristiwa tanggal 26 Maret 2025.

Setiap warga negara, juga berhak menyatakan tidak tahu jika memang tidak ada dalam peristiwa tanggal 26 Maret 2025. Mengingat, Pasal 1 angka 26 KUHAP menyatakan:

"Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan tentang suatu perkara pidana yang dia dengar, lihat, atau alami sendiri untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan."

Jadi, setiap warga Negara yang tidak ada dalam peristiwa tanggal 26 Maret 2025, maka dia tidak boleh memberikan keterangan terhadap peristiwa yang tidak dia alami, dia juga tidak boleh dipaksa untuk memberikan keterangan yang tidak dia ketahui. Jangan merasa tahu, merasa mengerti, merasa paham. Kalau tidak tahu, ya katakan tidak tahu. (***)




Penulis adalah Advokat dan Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis (TA-AKA-A)


Post a Comment

0 Comments